Jumat, 30 Maret 2012

SIAPAKAH AHLI KITAB?


SIAPAKAH AHLI KITAB ?

by: HA




Bismillaahirrahmaanirrahiim.. 
Alhamdulillah, hendaknya senantiasa kita memanjatkan syukur atas begitu banyaknya nikmat yang tak terhitung yang telah Allah berikan kepada kita dan semoga kita semua mendapat Rahmat dan BimbinginNya, Aamiin..
Menjawab soal ini, pada umumnya dan bahkan sudah menjadi pemahaman (mind set) yang tdk bisa ditolak kebenarannya bahwa yang dimaksud Ahli Kitab adalah tertuju kepada Yahudi dan Nasrani. Dari pemahaman yang sudah umum tersebut, disini akan dikemukakan pemahaman yang mungkin berbeda. Pemahaman yang berbeda ini bukanlah bermaksud ingin menjustifikasi atau mengklaim ini yang benar dan itu yang salah, akan tetapi dalam rangka mencari dan menggali ilmu sehingga nantinya diharapkan mendapatkan benang merah dan didapatkan tujuan yang kita dambakan yaitu mendapatkan Ridho Allah dalam menjalankan Islam. Karena Islamlah Agama yang di Ridhoinya.
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (Ali-`Imraan : 19)


Dari Surat dan ayat diatas, Allah Ridho kepada Agama Islamnya (aturan-aturannya) bukan kepada hambaNya yang tidak mau melaksanakan aturan-aturan Islam. Maka dari itulah hendaknya kita senantiasa mentaati aturan-aturanNya agar Allah ridho kita beragama Islam. Dari permasalahan inilah (Ahli  Kitab) kita akan lebih jauh menemukan yang mana aturan-aturan itu yang masih belum kita taati dan nantinya kita akan memahami aturan-aturan itu sehingga Insya Allah kita akan mendapatkan Ridho dari Allah.
Dalam menjalankan Agama Islam, menjalankan aturan-aturan dari Allah haruslah dengan kaffah (keseluruhan), dalam beribadah kepada-Nya haruslah benar-benar murni, tidak mencampuradukkan antara yang hak dan yang bathil, tidak menyekutukan Allah (Musyrik).
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. 
(Al-Baqarah : 208)  
Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. (Az-Zumar : 2)
Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. (Az-Zumar : 11) 
Katakanlah: “Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. (Az-Zumar : 14)
Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ibadat kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya). (Al-Mu`min : 14) 
Dialah Yang hidup kekal, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia; maka sembahlah Dia dengan memurnikan ibadat kepada-Nya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. 
(Al-Mu`min : 65) 
Dalam Al-Qur’an disebutkan Mukhlis yang diterjemahkan adalah Murni, ini juga yang disebut dengan Ikhlas. Jika kita memahami kata murni dari kaedah bahasa Indonesia adalah : tidak bercampur dengan unsur lain
Sebuah teori Hukum Alam menyatakan bahwa :
“Suatu zat tidak akan tercampur apabila tidak mempunyai unsur yang sama”.
Inilah suatu perumpaman nyata. Kita ambil contoh antara minyak dengan air, tentu tidak akan bercampur, masing-masing unsur memisahkan diri. Kita umpamakan kembali segelas air putih bersih yang kelihatan bening (murni), tentu jika sudah tercampur unsur lain walaupun setetes saja, tentu kebeningannya akan berubah, dan hal ini perlu disaring kembali agar tetap bening.
Begitupun dalam kita beribadah dan menyembah kepada Allah, harus ikhlas, murni, tidak ada unsur lainnya dalam diri kita.
Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. (Al-Baqarah : 42)
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Al-An`aam : 82) 
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (An-Nisaa` : 48)
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya. (An-Nisaa` : 116)
Bentuk daripada kemusyrikan ini harus kita lihat dari segala aspek kehidupan, artinya bukan hanya menganggap bahwa kemusyrikan itu sebatas pada bentuk penyembahan berhala atau penyembahan lainnya selain Allah. Misalnya saja dalam kehidupan keseharian kita yaitu dari makanan, pernikahan, perilaku dsb, yang tanpa disadari karena ketidaktahuan kita hal ini akan terlibat kepada kemusyrikan. Untuk itulah Allah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) sebagai aturan hidup manusia agar terhindar dari perbuatan itu.
Sebagai orang beriman kita harus benar-benar meyakini bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk yang lebih lurus, tidak ada kebengkokan didalamnya. Al-Qur’an adalah pembawa kebenaran dari kitab-kitab sebelumnya.  Al-Qur’an adalah kalam Allah sampai akhir zaman karena sudah terjamin keterpeliharaannya, dan Allah lah yang menjaminkan itu. Isi dari Al-Qur’an, antara ayat yang satu dengan ayat yang lainnya tidak saling bertentangan bahkan saling menguatkan dan menjelaskan.
Sesungguhnya Al Qur`an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu`min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (Al-Israa`: 9)
Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al Kitab (Al Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya; (Al-Kahfi : 1)
(Ialah) Al Qur’an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa. (Az-Zumar : 28)
Dan ini (Al Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan kitab-kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Umulkura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. Orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Qur’an), dan mereka selalu memelihara sembahyangnya. (Al-An’am : 92)
Dia menurunkan Al Kitab (Al Qur’an) kepadamu dengan sebenarnya; membenarkan kitab yang telah diturunkan sebelumnya dan menurunkan Taurat dan Injil. (Al-Imran : 3) 
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur`an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. 
 (Al-Hijr : 9)  
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Al-Baqarah : 185) 
Contoh yang telah disebutkan seperti makanan dan pernikahan inilah yang nantinya akan berkaitan dengan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani). Dalam Al-Qur’an Allah menghalalkan makanan sembelihan dari Ahli Kitab dan dalam hal pernikahanpun Allah membolehkan kita menikahi pasangan dari Ahli Kitab. Sementara itu ada ayat lainnya yang Allah katakan bahwa Dia mengharamkan makanan sembelihan yang disembelih tanpa menyebut nama Allah. Begitupun tentang pernikahan, Allah melarang kita untuk menikahi pasangan yang musyrik.
Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik. Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka. (Dan dihalalkan mengawini) wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik. Barang siapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari akhirat termasuk orang-orang merugi. (Al-Maidah : 5)
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik. (Al-An`aam : 121)  
Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu`min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu`min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu`min lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran. (Al-Baqarah : 221)
Dari kedua permasalahan diatas (makanan dan pernikahan) jika dilihat dari Ayat Al-Qur’an, seolah-olah ada pertentangan, ada ketidak konsistenan Allah dalam membuat aturan. Padahal sudah dijelaskan sebelumnya bahwa Al-Qur’an itu adalah pedoman hidup manusia hingga akhir zaman, petunjuk yang benar-benar lurus, tidak ada kebengkokan isi dari ayat-ayatnya. Namun bagaimana ini bisa terjadi?
Bukanlah demikian kita menilainya. Bukan ayatnya yang bertentangan atau tidak konsisten, tetapi “mind set’ kitalah yang bertentangan akan arti dari “Ahli Kitab” yang padanya umumnya seperti yang sudah disampaikan bahwa kata itu tertuju kepada Yahudi dan Nasrani. Masalah ini masih terus berlangsung ditengah-tengah kehidupan masyarakat kita.
Sebelum Rasulullah menyampaikan risalah Islam (sebelum menjadi Rasul), pada saat itu masyarakatnya masih berpedoman kepada Kitab Taurat dan Injil. Kitab Taurat yang di risalahkan oleh Nabi Musa dengan pengikut umatnya yang disebut Kaum Yahudi dan Kitab Injil di risalahkan oleh Nabi Isa dengan pengikut umatnya yang disebut Kaum Nasrani.
Singkatnya bahwa dari kitab-kitab tersebut mengajarkan kepada umatnya untuk menyembah kepada satu Tuhan yaitu Allah. Inilah yang dinamakan Agama Tauhid.
Sesungguhnya (agama tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka bertakwalah kepada-Ku. (Al-Mu’minuun : 52)
Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (Al-Mu’minuun : 53)
Pada masa itu juga sudah ada umat yang tidak mau mengakui Agama Tauhid dan merekalah yang disebut kafir. Sedangkan mereka yang benar-benar mengikuti risalah dari nabinya masing-masing, inilah yang disebut Ahli Kitab (pada masa itu).
Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman.  (Al-Baqarah : 6)  
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?”. Kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al-Maidah : 17) 
Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah Al Masih putera Maryam”, padahal Al Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil, sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun. (Al-Maidah : 72)
Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih. (Al-Maidah : 73) 
Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang-orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai berpaling?  (At-Taubah : 30)
 Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. (At-Taubah : 31)
Dan sesungguhnya di antara ahli kitab ada orang yang beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kamu dan yang diturunkan kepada mereka sedang mereka berendah hati kepada Allah dan mereka tidak menukarkan ayat-ayat Allah dengan harga yang sedikit. Mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan-nya. Sesungguhnya Allah amat cepat perhitungan-Nya. (Al-Imran : 199)
Dalam kitab sebelumnya (Al-Qur’an), telah dijelaskan bahwa akan ada pembawa risalah berikutnya yang menyempurnakan dari Agama Tauhid yaitu Ahmad (Muhammad). Nabi Muhammad inilah yang membawakan risalah dari Allah yaitu Agama Islam dengan kitabnya Al-Qur’an dan sekaligus sebagai penutup para Nabi dan Rasul.
Dan (ingatlah) ketika `Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata.”  (Ash-Shaaf : 6)
Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu , tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al-Ahzab : 40)
Singkatnya lagi setelah Nabi Muhammad menjadi Rasul dan menerima wahyu dari Allah melalui malaikat Jibril, beliau mensiarkan Agama Islam dan mengajak kepada seluruh masyarakatnya, mengajak Ahli Kitab (Agama Tauhid) untuk mengikuti risalahnya. Bagi mereka-mereka yang beriman, mengikuti ajakan Rasul dan bagi mereka-mereka yang tidak beriman tidak mau mengikutinya. Mereka menentang ajaran-ajaran yang di risalahkan Rasul. Orang-orang yang menentang inilah yang disebut kafir seperti pada Surat dan ayat yang sudah dijelaskan. Jika mereka sudah tergolong kafir, menyekutukan Allah, apakah masih pantas mereka itu disebut Ahli Kitab ?
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (Al-Imran : 64) 
Dari kisah singkat yang dipaparkan diatas, kiranya kita dapat membuat suatu benang merah, siapakah Ahli Kitab itu, agar kemudian tidak ada lagi asumsi bahwa ayat-ayat dalam Al-Qur’an ada pertentangan.
Pada dasarnya (fitrah) manusia diciptakan Allah telah bersyahadat. Ketika ditiupkan Ruh, kita sudah mengakui akan ke-Esaan Allah (Tauhid). Selanjutnya orang tuanyalah yang menentukan perjalan hidup manusia setelah lahir, apakah beragama Tauhid (Islam), Yahudi, Nasrani atau Majusi.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, (Al-A’raf : 172)
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui, (Ar-Rum : 30)
Sabda Rasulullah SAW :
Tiap bayi dilahirkan dalam keadaan suci (fitrah-Islami). Ayah dan ibunya lah kelak yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (penyembah api dan berhala). (HR. Bukhari)
Dalam mengemban kehidupan di dunia, Allah telah membuat aturan-aturan Nya dalam bentuk kitab yang di risalahkan oleh para Rasul Nya. Kita inilah sebagai Manusia (khalifah) yang disebut Ahli Kitab yang sebenarnya untuk mentaati perintah Allah dan meninggalkan laranganNya. Akan tetapi manusia yang menentang kitab yang merupakan aturan-aturan dari Allah, tidak lah layak disebut Ahli Kitab karena mereka telah murtad, telah kafir. Mereka membuat kitab dengan tangannya sendiri dan mereka pandai merubah dan memutarbalikkan fakta dari kitab yang sudah ada dari Allah. Dalam hukum waris bukankah Ahli Waris itu sudah tidak mendapatkan haknya apabila telah murtad?
Rasul telah beriman kepada Al Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta`at.” (Mereka berdo`a): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah : 285) 
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata : “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula) : “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan) : “Raa`ina” , dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan : “Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis. (An-Nisaa`: 46) 
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah : 79) 
Lalu yang menjadi pertanyaannya lagi, jika bukan yang dimaksud Yahudi dan Nasrani, apakah Ahli Kitab itu masih ada sampai saat ini dan sampai Akhir Zaman ?
Jawabannya “YA”. Ahli Kitab saat ini masih ada sampai akhir zaman. Karena seperti yang sudah dikemukakan diatas bahwa kita inilah Ahli Kitab yang beriman kepada Allah, Malaikat-malaikatNya, Kitab-kitabNya, dan Rasul-rasulNya (Rukun Iman). lihat QS 2:285
Dalam melaksanakan aturan-aturan Allah tentu setiap umat berbeda-beda dan inilah seperti yang diisaratkan dalam Al-Qur’an dan Hadits bahwa nantinya manusia akan terdiri dari beberapa golongan. Kita pun mungkin mengetahui dengan adanya empat Mahzab yang familiar kita kenal, yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah adalah empat dari sekian puluh mazhab. Dari tiap-tiap mahzab itu tentu ada perbedaan tata cara dalam mensyariatkan Islam. Golongan-golongan inilah yang pada intinya disebut Ahli Kitab sehingga baik makanan sembelihannya maupun wanita/pria sudah pasti halal karena mereka tetap berTuhan kepada Allah. Tidak ada lagi pertentangan yang dimaksud. Sungguh Al-Qur’an itu adalah pedoman untuk manusia.
Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing). (Al-Mu’minuun : 53)
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Yahudi terpecah menjadi 71 atau 72 golongan, nasrani terpecah menjadi 71 atau 72 golongan. Dan umatku terpecah menjadi 73 golongan. (HR Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah, Ibu Hibban dan Al-Hakim)
Kita yang telah diciptakan Allah dengan sebaik-baik bentuk, diperintahkan untuk beribadah kepadaNya dan bukanlah untuk main-main. Dalam rangka kita beribadah dan menyembah kepada Allah tidak hanya terbatas pada ibadah ritualnya saja seperti yang diperintahkan dalam Rukun Islam. Akan tetapi diluar daripada ibadah Ritual tersebut juga merupakan ibadah dan bentuk kita menyembah kepada Allah.
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (At-Tiin : 4)
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (Adz-Dzaariyaat : 56)
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Al-Mu’minuun : 115) 
Hal yang paling mendasar dalam rangka kita menyembah kepada Allah adalah dari makanan. Dari makanan inilah yang nanti akan membentuk sifat, karakter, tabiat kita sebagai manusia dan akan menjadi suatu pondasi diri dalam melaksanakan ibadah-ibadah lainnya. Dari makanan ini pulalah mempunyai peranan penting untuk menentukan pribadi-pribadi manusia menjadi pribadi yang Islami sehingga apa yang kita dambakan yaitu mendapat Ridho Allah akan terwujud. Begitu pentingnya hal ini sehingga dalam Al-Qur’an dan Hadits dijelaskan :
maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. (‘Abasa : 24)
Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah ni`mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. (An-Nahl:114)  
Maka makanlah binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. (Al-An’am : 118)
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu. (Al-Baqarah : 168) 
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Maaidah : 3) 
Dalam hadits dikatakan :
Dari an-Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhuma, katanya: “Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Sesungguhnya apa-apa yang halal itu jelas dan sesungguhnya apa-apa yang haram itupun jelas pula. Di antara kedua macam hal itu -yakni antara halal dan haram- ada beberapa hal yang syubhat -samar-samar atau tidak diketahui secara pasti halal dan haramnya-. Tidak dapat mengetahui apa-apa yang syubhat itu sebagian besar manusia. Maka barangsiapa yang menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan syubhat, maka ia telah melepaskan dirinya dari melakukan sesuatu yang mencemarkan agama serta kehormatannya. Dan barangsiapa yang telah jatuh dalam kesyubhatan-kesyubhatan, maka jatuhlah ia dalam keharaman, sebagaimana halnya seorang penggembala yang menggembala di sekitar tempat yang terlarang, hampir saja ternaknya itu makan dari tempat larangan tadi. Ingatlah bahwasanya setiap raja itu mempunyai larangan-larangan. Ingatlah bahwasanya larangan-larangan Allah adalah apa-apa yang diharamkan olehNya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh manusia itu ada segumpal darah beku, apabila benda ini baik, maka baiklah seluruh badan, tetapi apabila benda ini rusak -jahat-, maka rusak -jahat- pulalah seluruh badan. Ingatlah bahwa benda itu adalah hati.”
(Muttafaq ‘alaih) Imam-imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits di atas dari beberapa jalan, pula dengan lafaz-lafaz yang hampir bersamaan.
Dalam hadits lainnya :
“Sesungguhnya syaitan itu berjalan dalam tubuh anak Adam -yakni manusia- sebagaimana aliran darah. (Muttafaq ‘alaih)
Jika kita lihat dan kaji kembali dari Surat Al-Maidah ayat 3 diatas, selanjutnya apa-apa yang diharamkan tidak kita lakukan maka ada beberapa janji Allah, yaitu :
Orang-orang kafir tidak akan bisa memberikan mudharat dan mengalahkan agama kita, agama Islam. Allah telah menyempurnakan agama kita, agama Islam. Allah telah mencukupkan Nikmat untuk agama kita, agama Islam. Dan inilah yang menjadi cita-cita kita bahwa Allah telah meridhoi Islam untuk menjadi agama kita. Jika Allah telah ridho Islam menjadi agama kita, maka janji Allah berikutnya adalah :
Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah rida terhadap mereka dan mereka pun rida kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.
(Al-Bayyinah : 8 )
Allah menjanjikan kepada orang-orang mu`min, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga `Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.  (At-Taubah : 72) 
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. (Fathir : 5)  
Merespon masalah pemberian hewan sembelihan dari Ahli Kitab yang menganggap Halal padahal pengertian dari Ahli Kitab itu sendiri adalah Yahudi dan Nasrani, Insya Allah dengan sendirinya kita sudah dapat menjawabnya. Lain halnya jika kita memahami pengertian Ahli Kitab seperti yang sudah dijelaskan (bukan pada umumnya), Insya Allah tanpa ragu lagi tentu kita akan menerima pemberian itu karena tata cara yang telah diperintahkan sudah memenuhi aturan Islam. Begitupun soal pernikahannya dan hal-hal lainnya berkenaan dengan Ahli Kitab.
Terakhir yang ingin disampaikan adalah, bahwa kita umat Islam, perlu kiranya untuk saling mengingatkan dan meningkatkan kewaspadaan terhadap hal-hal yang dapat menggelincirkan kita kedalam kemusyrikan. Hal ini perlu sekali karena mereka (Yahudi dan Nasrani) seperti yang sudah disampaikan bahwa mereka suka memutarbalikkan fakta, mereka tidak senang kepada kita sampai kita mau menuruti kemauan mereka yang bertujuan untuk memutus dari pertolongan Allah SWT kepada kita. Hal ini perlu kita waspadi dari segala aspek baik dari cara makan, tata cara kehidupan keseharian dan lain sebagainya.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (Al-Baqarah : 120)
Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. (Al-Baqarah : 79)  
Dan mereka berkata: “Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja.” Katakanlah: “Sudahkah kamu menerima janji dari Allah sehingga Allah tidak akan memungkiri janji-Nya, ataukah kamu hanya mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?” (Al-Baqarah : 80) 
(Bukan demikian), yang benar: barangsiapa berbuat dosa dan ia telah diliputi oleh dosanya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah : 81) 
Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya. (Al-Baqarah : 82) 
Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: “Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: “Jika diberikan ini (yang sudah dirobah-robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah” Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (Al-Maidah : 41)
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Al-Maidah : 42)
Dan yang tak kalah pentingnya adalah dalam menyikapi soal Yahudi dan Nasrani bukanlah kepada personnya tapi kita coba lebih kedalam artinya kita berinstropeksi diri apakah dalam diri kita juga terdapat hal-hal yang menyerupai perbuatan Yahudi dan Nasrani? Dengan kata lain adalah hal ini merupakan perbuatan yang menjadi sifat manusia. Jika kita memiliki sifat itu, bukankan sama saja kita terlibat didalamnya?
Mudah-mudahan dari uraian singkat mengenai Ahli Kitab ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat khususnya buat diri pribadi dan umumnya buat saudara-saudara se Muslim dan se Iman.
Tak lupa diucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya  apabila ada kesalahan dalam penulisan dan ada pihak-pihak yang tidak menerima dari uraian ini.  Perlu ditekankan kembali bahwa uraian ini tidak ada maksud untuk menentang dari yang sudah ada (pada umumnya), tidak ada paksaan untuk dapat secara langsung menerima uraian ini.
Yang benar dari Allah, dan yang salah dari diri pribadi.
Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar