Jumat, 30 Maret 2012

DO'A PANJANG UMUR???


DO’A PANJANG UMUR & UNSUR YANG MENYERTAINYA 

SERTA PENGARUHNYA

by: HA



Bismillaahirrahmaanirrahiim..

Alhamdulillah, hendaknya senantiasa kita memanjatkan syukur atas begitu banyaknya nikmat yang tak terhitung yang telah Allah berikan kepada kita dan semoga kita semua mendapat Rahmat dan BimbinginNya, Aamiin..

Sewaktu sekolah di Taman Kanak-kanak yang ketika itu kurang lebih berusia lima tahun (tahun 1979), saya pernah merasakan betapa senangnya menghadiri undangan Ulang Tahun dari teman. Sebelum acara dimulai, bangku-bangku sudah tertata rapih dengan hiasan-hiasan balon-balon, kertas beraneka warna yang ditempel di dinding-dinding dan dengan diiringi nyanyian kaset dengan model suara micky mouse. Tak ketinggalan kue ulang tahun yang telah disiapkan diatas meja yang cantik sekali bentuknya, ada lilin diatasnya yang berbentuk angka atau lilin satuan (tidak berbentuk angka) yang dijejerkan sesuai usia yang dirayakannya.
Setelah memasuki waktu sesuai jam yang tertulis pada undangan, acarapun dimulai. Satu per satu tamu undangan datang dengan mengenakan baju yang lucu-lucu dan pastinya ditemani oleh orang tua atau pembantunya atau siapalah yang mengantarkan. Sungguh suasana yang membuat senang, riang gembira, bertepuk tangan dan bernyanyi. Puncaknya, yang berulang tahun memotong kue dan meniup lilin yang telah dinyalakan sambil bernyanyi “Panjang umurnya…panjang umurnya serta mulia..bla, bla, bla.. .
Waktu demi waktu berjalan entah sudah berapa banyak saya menghadiri acara Ulang Tahun. Bahkan pada saat duduk dibangku SD, dalam rangka memeriahkan hari kelahiran, sayapun mengadakan acara itu. Dan seterusnya acara ini tetap berlangsung sampai saat ini, dan mungkin sebelum saya merasakan semua ini, sudah berlangsung semenjak orang tua kita atau mungkin sebelum-sebelumnya dan entah kapan pastinya acara ini sudah ada di tengah-tengah kita.


Hingga saat inipun tidak dapat dipungkiri bahwa anak-anak kita sekarang ini sudah dapat merasakan dan mengikuti perayaan ulang tahun. Penyelengaaran ulang tahun saat ini bukan hanya dirumah bahkan sudah ada tempat-tempat yang memfasilitasi untuk mengakomodir acara ini, dari mulai tempat, konsumsi sampai kepada susunan acara yang sudah disiapkan sedemikian rupa.
Diantara banyaknya tempat yang mengakomodir kegiatan ini salah satunya adalah produk yang bergerak dibidang penyediaan makanan cepat saji (Fried Chicken) dimana pada umumnya notabene merupakan produk bisnis yang berasal dari luar.
Selain pada acara ulang tahun, pada acara-acara lainnya yang biasanya dihadiri banyak orang, pada akhir acara disertai dengan do’a penutup yang isi dari pada do’a itu salah satunya berdo’a meminta panjang umur. Bahkan pada acara ibadah ritual pun seperti selesai sholat baik itu dilakukan sendiri atau berjamaah, acara khutbah jum’at atau khutbah lainnya tidak jarang do’a ini diikut sertakan.
Dari fenomena inilah yang melatarbelakangi untuk dikaji lebih jauh apakah do’a ini diajarkan dan diperbolehkan dalam Islam. Mungkin sepintas lalu tidaklah begitu penting untuk dipersoalkan, akan tetapi Insya Allah apabila kita sudah memahami makna dari do’a ini ditinjau dari Al-Qur’an dan Hadits dan sumber-sumber lainnya sebagai acuan, akan menimbulkan satu pemikiran yang kritis dan positif sehingga menimbulkan pula kewaspadaan kita. Dari hal-hal kecil inilah yang tanpa kita sadari akan menjadikan kita lengah padahal erat kaitannya dengan ibadah yang kita laksanakan, ibadah kepada Allah SWT.
Permasalahan do’a panjang umur ini adalah bukan sesuatu yang baru yang menjadi isu pembicaraan para tokoh agama. Tentunya ada yang pro dan ada yang kontra, ada yang membolehkan dan ada yang tidak membolehkan. Masing-masing mempunyai pandangan dan dalilnya, sehingga kitapun akan bingung dibuatnya mana yang harus kita ambil atau kita teladani.
Dari kedua pendapat para tokoh agama, kiranya perlu disajikan beberapa artikel yang membahas masalah do’a panjang umur.
Assalamu’alaikum
Kita kan tau klo kematian seorang manusia itu tdk bisa diajukan ataupun ditunda, tapi kenapa masih ada doa panjang umur?
Jawab:
Wa’alaikum salam wr. Wb.
Kematian manusia memang rahasia Allah. Datang tanpa bisa ditolak sesaatpun oleh siapapun dan oleh apapun, termasuk oleh doa. Ini adalah perkara yang wajib diimani sepenuhnya oleh seorang muslim. Firman Allah:
”Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”.
(QS. Al-A’raf: 34).
Doa memang tidak bisa menolak kematian karena hal itu sudah menjadi ketetapan Allah semenjak kita berada dalam rahim ibu. Nabi saw. Bersabda:
“Sesungguhnya salah seorang di antara kalian dikumpulkan penciptaannya di dalam rahim ibunya selama 40 hari kemudian menjadi ‘alaqah kemudian menjadi janin, lalu Allah mengutus malaikat dan diperintahkannya dengan empat kata dan dikatakan padanya: ‘Tulislah amalnya, rizkinya dan ajalnya’”. (HR Bukhari)
Meski demikian, berdoa adalah sebuah amal yang dianjurkan. Allah amat senang mendengarkan doa hamba-hambaNya. Ia menyiapkan berbagai balasan bagi orang yang berdoa. Sabda Nabi saw :
“Tidaklah seorang muslim berdoa dengan doa yang bukan terdapat di dalamnya dosa dan memutuskan silaturim melainkan Allah memberi padanya satu dari tiga perkara; segera dipenuhinya doa tersebut, atau disimpannya sebagai pahala di akhirat, atau dihindarkanNya dari kecelakaan atau kejelekan yang sebanding.”Para sahabat bertanya, “Bagaimana jika kami perbanyak?” Rasulullah saw. menjawab, “Allah akan memperbanyak lagi”.
(HR Ahmad, Abu Ya’la dan Hakim).
Nah, artinya, memohon dipanjangkan umur tetaplah sebuah doa yang baik, karena kita memang tidak tahu kapan hidup kita akan berakhir. Dan kita memohon agar dengan panjangnya umur kita dibarengi dengan bertambahnya segala kebaikan kita. Sebagaimana Nabi saw. mengajarkan kita sebuah doa antara pilihan hidup dan mati :
“Janganlah seseorang itu menginginkan mati karena bala’ yang menimpanya, tetapi kalau ia terpaksa menginginkan mati, hendaknya ia membaca; ‘Ya Allah lanjutkanlah hidupku sekiranya hidup itu baik untukku, dan segera wafatkan daku sekiranya kematian itu lebih baik bagiku’,” (HR Bukhari, Muslim).
Itulah salah satu artikel mengenai Pemahaman Panjang Umur, sebenarnya masih banyak lagi artikel-artikel lainnya. Mengingat pada intinya adalah sama maka dirasa cukup hanya satu saja sebagai wacana dan mudah-mudahan dapat menambah wawasan kita. Ada pula artikel bagi mereka yang tidak sependapat dengan artikel sebelumnya, yaitu :
“Di kalangan masyarakat kita , termasuk juga kita (?) khasnya pada bulan Sya’ban umpamanya (Nisfu Sya’ban) acapkali dibacakan Surah Yasin tiga kali disertai doa, di antaranya adalah doa “panjang umur” yang menjadi tumpuan harapan untuk hidup lama di dunia ini, meski tidak pernah memikirkan akibatnya. Bahkan kepada anak-anak kitapun dididik doa “panjang umur”  tersebut sejak dari kecilnya lagi dan selalunya menjadi pelengkap kegembiraan rumah tangga. Padahal tidak sedikit orang yang diperdayakan doa yang seumpama itu, kerana betapa jua usianya sudah lanjut, namun ia tetap bergantung pada doa tersebut untuk masa depannya, dengan arti masih ingin memiliki hayat yang lebih panjang lagi di dunia ini.
Lain halnya dengan Rasulullah saw., baginda berdoa yang bermaksud :
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari bahaya malas dan usia sangat tua”. (HR Baihaqi).
Umar bin Khattab berdoa :
“ Ya Allah , telah lemah badanku ini dan telah lanjut usiaku, sedangkan rakyat tambah berkembang, maka haraplah aku ini dipanggil menghadapMu (mati) ”.
Beberapa minggu kemudian sesudah mengucapkan doa itu, Umar pun meninggal dunia.
Doa Umar bin Abdul Aziz, yang dikenali menolak doa umur panjang yang dibacakan untuknya oleh orang ramai, dan dibalasnya dengan harapan :
“ Kalau hendak mendoakannya kepada Allah, doakanlah agar aku mendapat husnul-hal, yakni hari ini lebih baik dan bermanfaat daripada kemarin hendaknya dan begitu seterusnya “.
Wallahu A’lam.
Adapun dalil yang digunakan masalah panjang umur adalah hadits yang mengisyaratkan akan panjang umur yaitu mengenai silaturahmi.
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan” (H.R. Bukhari-Muslim).
Dari hadits inipun, para tokoh agama mempunyai perbedaan dalam memaknainya.
Barangkali perlu disajikan artikel mengenai hadits tersebut, sbb:
Written on JANUARY 5, 2011 AT 7:57 AM by ADMIN
Makna Panjang Umur
Filed under TSAQOFAH{NO COMMENTS}
Oleh : Ryan Arief Rahman, Lc
Prolog
Allah swt memuliakan ummat terdahulu sebelum ummat ini dengan memberikan umur yang panjang dan kekuatan untuk beribadah, ada di antara mereka yang mencapai usia 1000 tahun bahkan ada yang lebih, ada yang belum mencapai usia baligh (cukup umur) hingga usia 80 tahun, ada seorang yang meninggal di usia sekitar 200-an tahun, maka serentak banyak makhluk yang merasa simpati terhadapnya, karena ia telah meninggal dalam usia yang muda.
Juga diriwayatkan bahwa nabi Ibrahim berkhitan ketika usia beliau mencapai 80 tahun, nabi Nuh ‘alaihissalam yang berusia lebih dari 1000 tahun, Luqman bin Ka’ab 400 tahun, ‘Abdul masih bin Baqlah Al-Ghasani lebih dari 350 tahun, dan Ash-habul Kahfi yang hidup di dalam gua selama 309 tahun.
Sedangkan usia ummat ini relative singkat jika dibandingkan dengan usia ummat terdahulu di atas, hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadist riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda,
“umur ummatku berkisar antara 60 hingga 70 tahun, dan sangat sedikit di antara mereka yang mencapai usia itu.” (H.R. Turmudzi, Al Bani menshahihkannya dalam shahih al jami’ no: 1073)
Namun demikian, sebagai ganti dari karunia yang luput dari ummat ini yaitu umur yang panjang, Allah memberikan karunia lain yaitu berupa pahala yang berlipat ganda dan amalan yang dapat memperpanjang umur, sehingga dengan karunia ini Allah menjadikan ummat Muhammad saw sebagai penghuni jannah.
Di antara amalan yang dapat memperpanjang umur dan mengandung pahala yang berlipat adalah silaturrahim, akhlak yang terpuji, berbuat baik kepada tetangga, sholat di masjid al haram dan masjid nabawi, sholat berjama’ah di masjid, sholat sunnah di rumah, sholat dhuhā, jihād fī sabīlillah dan yang lainnya.
Setelah kita merasa lega dengan karunia yang Allah limpahkan untuk ummat ini sebagaimana dijelaskan diatas, namun hati kita sepontan tersentak ketika kita memikirkan firman Allah
“dan sekali kali tidak dipanjangkan umur seseorang..” (Q.S. Fathir:11)
Lantas, akhirnya kita bertanya tanya dalam benak kita; bagaimana memadukan antara dua hal yang kontradiktif di atas? Dan Bagaimanakah makna panjang umur menurut para ulama? Insya Allah makalah ini akan menjelaskan dan menguraikannya…
Makna Panjang Umur Menurut Ulama
Disebutkan dalam hadits riwayat Anas Bin Malik bahwa Rasulullah saw bersabda,
“barang siapa yang menyukai dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan silaturrahim”.
(H.R. Bukhari dan Muslim)
Para ulama berbeda pendapat dalam menjelaskan makna potongan kalimat ‘dipanjangkan umurnya’ yang disebutkan dalam hadits di atas. Dalam hal ini akan penulis ketengahkan pendapat Imam An Nawawī, Syaikhul Islām Ibn Taimiyah, dan Al Hāfidz Ibn Hajar.
Menurut Imam An Nawawī
Dalam buku shahīh muslim bi syarh an nawawī beliau berkata, “maksud umur adalah ajal, karena ajal ialah suatu yang mengiringi kehidupan. Sedangkan maksud dilapangkan rezekinya bermakna dilapangkan dan diperbanyak rezekinya.” Lebih lanjut beliau menjelaskan pendapat ulama tentang maksud dipanjangkan umurnya, bahwa yang dimaksud adalah
Pertama : bertambahnya keberkahan umur yakni dengan dimudahkan dalam mengerjakan ketaatan, menjadikan waktunya termanfaatkan dengan baik dan tidak terbuang sia sia.
Kedua : penundaan ajal yang dimaksud adalah penundaan yang dinisbatkan kepada pengetahun malaikat dan apa yang tercatat dalam lauh al mahfūdz.
Ketiga : maksud ditunda ajalnya dalam hadits di atas adalah seseorang akan selalu dikenang oleh orang-orang seolah-olah dia tidak mengalami kematian. Ini adalah pendapat yang lemah.
Menurut Ibn Taimiyah
Dalam majmù fatāwā beliau berkata, maksud pemanjangan dan pengurangan umur mengandung dua makna,
pertama; bahwa seorang akan berumur panjang, sedangkan seorang yang lain akan berumur pendek. Sehingga pengurangan umur itu bermakna umurnya pendek jika dibandingkan dengan umur orang yang lebih panjang.
Kedua; berkurangnya umur juga bermakna berkurangnya umur dari yang telah ditentukan Allah, sebagaimana umur juga bisa bertambah dari umur yang telah ditentukan, pendapat ini berdasarkan tekstual hadits di atas.
Ada juga pendapat lain, bahwa maksud dipanjangkan umur dalam hadist tersebut adalah bertambah dalam arti keberkahan, yaitu bertambahnya amal serta manfaat. Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa Allah telah menentukan ajal setiap manusia dalam lembaran catatan malaikat, jika seseorang menyambung silaturrahim maka umur yang telah tercatat itu akan bertambah. Sebaliknya, jika ia beramal amalan yang dapat mengurangi umurnya, maka berkurang pula umur yang telah ditentukan.
Ibn Taimiyah mengukuhkan pendapatnya dengan hadits riwayat turmudzi bahwa Nabi saw bersabda,
“ketika adam meminta kepada Allah untuk menampakkan seorang nabi dari keturunannya, kemudian Allah tampakkan untuknya sosok laki-laki yang bercahaya, Adam berkata, “ya Rabb, siapa ini?” Allah menjawab, “dia anakmu, Dawud”. Adam bertanya,” berapa umurnya?” Allah menjawab,”40 tahun”. Adam bertanya lagi, “berapa umurku?” Allah menjawab,”1.000 tahun”. Selanjutnya adampun berkata, “aku berikan 60 tahun dari jatah umurku padanya”. Kemudian dicatatlah ketentuan tersebut dan disaksikan oleh para malaikat. Ketika kematian akan menjemput adam, ia pun berkata,” aku masih punya jatah umur 60 tahun”. Para malaikat berkata, ”sisa umur itu telah engkau berikan kepada anakmu, dawud”. Kemudian adam mengingkarinya sehingga malaikat mengeluarkan catatan tersebut.
Nabi saw bersabda,
“adam lupa, maka lupa pula anak keturunannya, dan adam membangkang, maka membangkang pula anak keturunannya” .
(H.R. Turmudzi dan Al Bani menshahihkannya dalam shahīh al jāmì, no: 5209)
Menurut Ibn Hajar
Beliau berkata, “Ibn At Tīn mengutarakan bahwa secara tekstual, hadits tersebut bertentangan dengan firman Allah :
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.)” (al a’raf: 34)
adapun jawaban untuk menggabungkan antara hadits dan ayat tersebut ditinjau dari dua segi berikut ini:
pertama; penambahan umur ini sebagai arti kiasan dari keberkahan umur. Sebagai contoh, umur umat Muhammad saw jika dibandingkan dengan umur ummat-ummat sebelumnya sangat pendek, sehingga Allah memberikan keutamaan malam lailatul qadar yang setara dengan 83 tahun 4 bulan melakukan ibadah dan ketaatan.
Kedua; penambahan umur secara hakiki (bertambahnya bilangan umur). Bertambahnya umur yang dimaksud adalah dinisbatkan kepada pengetahuan dan catatan malaikat. Adapun maksud surat al áraf: 34 adalah bahwa ajal tidak dapat diundur dan dimajukan itu dinisbatkan pada pengetahuan Allah swt. Misalnya, Allah menetapkan umur arief adalah 100 tahun jika menjalin silaturrahim, dan 70 tahun jika tidak menjalin silaturrahim. Ketetapan umur arief yang telah Allah tentukan ini tidak akan bisa dimajukan atau dimundurkan. Sedangkan pengetahuan umur yang diketahui malaikat itulah yang bisa bertambah dan berkurang. Hal ini dikuatkan dengan firman Allah swt,
”Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan disisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfūzh)”. (QS. Ar Rád:39)
Jadi menurut Ibn Hajar, penghapusan dan penetapan hanya terjadi pada pengetahuan malaikat. Sedangkan umur yang dalam pengetahuan Allah swt tidak ada perubahan sedikitpun. Hal ini dalam terminologi aqīdah disebut Al Qadhā Al Mubrām (ketentuan Allah yang diputuskan), sedangkan pengetahuan malaikat disebut dengan Al Qadhā Al Muállaq (ketentuan yang bersifat sementara).
Di antara ulama kontemporer yang pernah menulis pembahasan ini adalah Syaikh Nashīruddin Al Bāni dan Syaikh Muhammad Al Utsaimin. Berikut ini akan penulis paparkan pandangan dan argumentasi mereka secara ringkas guna melengkapi kajian syarĭ dalam pembahasan ini.
Menurut Syaikh Nashiruddin Al Bānī
Dalam menjelaskan hadist tentang perpanjangan umur, beliau berkata,” maksud hadits tersebut berdasarkan dzahirnya, Allah menentukan dalam kebijaksanaanNya bahwa menjalin silaturrahim menjadi sebab syarì untuk dapat memperpanjang umur. Hal ini tidak bertentangan dengan ketentuan ajal yang telah ditentukan Allah. Karena silaturrahim yang menjadi sebab bertambahnya umur itu serupa dengan ketaatan yang dapat menambah kualitas iman. Perubahan tersebut tidak menyelesihi apa yang telah tercatat dalam lauh al mahfūzh, umur bisa bertambah dan berkurang sebagaimana iman tergantung pada sebab yang melatarbelakanginya.
Menurut Syaikh Muhammad Al Utsaimin
Dalam menjelaskan hadist tersebut, beliau berkata, hadits itu tidak menjelaskan bahwa manusia mempunyai dua umur; umur jika menyambung silaturrahim dan umur jika memutus silaturahim. Tetapi umur manusia hanya satu, yaitu umur yang telah Allah tentukan. Manusia yang telah Allah tentukan dapat menjalin silaturrahim niscaya manusia itu mampu melakukannya, sedangkan orang yang telah Allah tentukan memutus silaturrahim niscaya ia akan memutuskannya. Rasulullah ingin menganjurkan ummatnya mengerjakan amal baik, sebagaimana kita mengatakan kepada seseorang ‘siapa yang ingin mempunyai anak hendaklah ia menikah.’ Pernikahan itu sendiri telah ditentukan Allah, begitu pula anak. Jika Allah menghendaki kita mempunyai anak, maka Allah menghendaki agar kita menikah, meskipun sebenarnya pernikahan dan mempunyai anak adalah dua hal yang telah ditentukan Allah. Hanya Allah sajalah yang telah menentukan kita mampu menjalin silaturrahim dan hanya Dia-lah yang mengetahui batas usia kita.
Closing Speech
Dari pendapat dan argumentasi para ulama di atas, maka kita bisa memahami bahwa makna perpanjangan umur dalam hadist tersebut berkisar antara tiga makna yaitu:
Pertama; keberkahan umur,
Kedua; perpanjangan umur secara hakiki,
Ketiga; kepemilikan reputasi baik yang dikenang oleh manusia setelah kematiannya.
Penulis tidak menemukan seorang ulama pun yang menerangkan makna ketiga, atau membahasnya dalam pembahasan yang spesifik, kecuali Imam An Nawawi yang menukil makna tersebut dari Al Qadhī Iyādh, namun beliau sendiri melemahkannya, dan Imam Ibn Hajar menukilnya dari Ibn At Tīn, kemudian At Tibi membenarkannya.
Sedangkan makna pertama dan kedua adalah benar sesuai dengan maksud hadits. Karena banyak hadits yang menerangkan perihal berlipatnya pahala amal dan amalan yang dapat memperpanjang usia.
Kesimpulan yang harus kita ambil dari makna pertama yang bersifat kiasan dan makna kedua bersifat hakiki itu adalah hendaklah tujuan memperpanjang umur untuk menginvestasikan setiap waktu dalam rangka ketaatan dan ketaqwaan. Karena Orang yang panjang umurnya namun jelek amalnya pada hakekatnya adalah sejelek-jelek manusia, sebagaimana sabda nabi saw yang diriwayatkan Abu Bakrah bahwa seorang laki laki bertanya kepada nabi saw, “wahai Rasul, manusia yang bagaimanakah yang paling baik? Rasulullah saw bersabda, “orang yang panjang umurnya dan baik amalnya.” Kemudian orang itu bertanya lagi,’ wahai Rasul, manusia yang bagaimanakah yang paling jelek? Rasulullah saw bersabda,” orang yang panjang umurnya namun buruk amalnya”. (H.R. Ahmad dan Al Bānī menshahihkannya dalam shahīh al jāmì, no: 3297)
Sebagai penutup, Dr. Yusuf Al Qardhawī mengatakan, “sebenarnya umur manusia yang hakiki bukanlah jumlah tahun yang dilalui dari kelahiran hingga wafat, akan tetapi umur yang sebenarnya ialah apa yang tercatat dalam timbangan amal di sisi Allah berupa amal shalih dan kebajikan. Seorang ahli hikmah berkata, ‘berapa banyak umur yang panjang masanya namun sedikit muatan amalnya, dan berapa banyak umur yang pendek masanya namun banyak muatan amalnya. Orang yang diberikan keberkahan umur, ia akan mendapatkan karunia Allah dalam waktu yang relative singkat, yaitu suatu karunia yang tidak bisa diungkapkan dengan untaian kata dan sya’ir.’ Semoga kita diberikan limpahan karunia itu. Amin..
Dari beberapa artikel yang dipaparkan diatas, sedikit banyaknya kita telah mengetahui makna dari do’a panjang umur itu sendiri. Namun bukan tidak mungkin barangkali diantara kita yang membaca dari ulasan itu masih belum mendapatkan titik terang atau mendapat satu kepastian yang membuat kita benar-benar mantap dalam mengambil suatu keputusan.
Seperti yang ditulis sebelumnya bahwa masalah ini berkaitan dengan ibadah yang kita lakukan, ibadah kepada Allah. Untuk itu disini akan dicoba agar lebih memahami do’a panjang umur yang Insya Allah tidak ada keragu-raguan dalam kita menyikapi masalah ini.
Bukan bermaksud meremehkan pendapat-pendapat mereka (khususnya yang membolehkan) dan tidak pula mempunyai prasangka negatif dari pendapat yang membolehkan do’a panjang umur. Maksud daripada pendapat mereka yang membolehkan memang mengandung unsur kebaikan, tetapi apakah sesuatu yang baik itu sudah benar ? Artinya apakah cara seperti itu telah sesuai / tidak bertentangan dengan Al-Qur’an ?
Bukankah jika ada perbedaan pendapat diantara mereka yang kita anggap Ulil Amri, hendaknya kita kembalikan kepada Al-Qur’an dan Hadits?
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa : 59)
Untuk itu marilah sama-sama kita buka kembali Al-Qur’an apakah hal ini (Panjang Umur) akan bertentangan dengan ayat-ayat didalamnya.
Bila kita cermati kembali dari artikel tersebut, tidak ada dalil yang diambil dari ayat Al-Qur’an mengenai panjang umur, tetapi diambil dari Hadits tentang silaturahmi :
“barang siapa yang menyukai dilapangkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan silaturrahim”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Ditambah dalil dari hadits lainnya sebagai pendekatan untuk menguatkan dari hadits tentang silaturahmi tersebut. Memang ada pula dari Al-Qur’an yang diambil untuk dijadikan dalilnya, akan tetapi ayat itu tidak menyinggung soal Panjang Umurnya.
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.)”
(al a’raf: 34)
”Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan disisi-Nya-lah terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfūzh)”. (QS. Ar Rád:39)
Dari hadits diatas mengenai silaturahmi, bukanlah tertuju kepada do’a panjang umurnya tetapi kepada perbuatannya akan silaturahmi yang mengakibatkan panjang umur. Pengertian daripada panjang umur disinipun tidak serta merta berarti akan merubah ketetapan Allah tentang ajal (umur) kita, namun mengandung pengertian bahwa jika kita bersilaturahmi tentu dalam keadaan sadar artinya tidak sedang tidur. Tidur itu adalah bagian dari kematian karena kita tidak sadar. Bagaimana mungkin orang yang sedang tidur dapat bersilaturahmi ? Pendapat lainnya mengenai hadits ini bahwa penambahan umur ini sebagai arti kiasan dari keberkahan umur.
Rasulullah bersabda :
Diangkat kalam dari tiga orang (1) dari anak kecil hingga ia baligh, (2) dari orang gila sampai ia sembuh, (3) dari orang tidur hingga ia bangun. (HR. Ashhabus Sunan dan al-Hâkim)

Az-Zumar:042  

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan . Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.
Dalam Al-Qur’an padahal telah jelas dan gamblang menyinggung masalah panjang umur, kenapa ayat ini tidak dimunculkan? Adapun ayat-ayat yang menyinggung panjang umur, berikut firman Allah SWT :
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu`min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu`min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS 33:36)
niscaya Allah akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui”. (QS 71:4)
Telah pasti datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta agar disegerakan (datang) nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan. (QS 16:1)
Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah. (Fathir:011)
Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan? (Yassiin:068)
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
(Al-Baqarah:096)
Dari ayat diatas, kiranya cukup saling menjelaskan dan menegaskan bahwa telah pasti datangnya ketetapan Allah dan memperingatkan tentang Panjang Umur. Bahkan pada ayat lainnya, Allah pun telah memberikan suatu gambaran bahwa bagaimana ketika Iblis meminta kepada Allah agar di berikan ketangguhan hidupnya dalam rangka menggoda manusia untuk mengikuti langkah-langkahnya.
Iblis menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”. (QS 7:14)
Berkata iblis: “Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan, (QS 15:36)
Iblis berkata: “Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan”. (QS 38:79)
Di awal dalam uraian ini, digambarkan suatu keadaan yang saya alami tentang Do’a Panjang Umur dan acara-acara yang menyertainya bahkan hingga saat inipun sudah terjadi ditengah-tengah masyarakat kita yang mayoritas beragama Islam. Masalah ini walaupun sepintas lalu tidak begitu penting tetapi akan berdampak kepada bentuk pengabdian kita dalam beribadah kepada Allah.
Kiranya kitapun harus tetap waspada akan musuh-musuh kita yang dapat menggelincirkan kita kepada kesesatan yaitu syaitan dan orang-orang yang mempunyai sifat itu (sifat syaitan), yang tidak akan pernah senang kepada kita yang beragama Islam dan beriman.
Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (QS 2:120)
Dalam hadits Rasulullah bersabda :
“Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga hanya Allah semata lah yang disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya; dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku; dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihi perkaraku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.
Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata : “Kami mendengar”, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula) : “Dengarlah” sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan) : “Raa`ina” , dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan : “Kami mendengar dan menurut, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami”, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali iman yang sangat tipis. (QS 4:46)
Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (QS 5:42)
Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: “Kami telah beriman”, padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu) amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka mengatakan: “Jika diberikan ini (yang sudah dirobah-robah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah” Barang siapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) daripada Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak menyucikan hati mereka. Mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS 5:41)
Dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Orang-orang Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan,” padahal mereka (sama-sama) membaca Al Kitab. Demikian pula orang-orang yang tidak mengetahui, mengatakan seperti ucapan mereka itu. Maka Allah akan mengadili diantara mereka pada hari Kiamat, tentang apa-apa yang mereka berselisih padanya. QS 2:113
Ada salah satu berita yang memuat hasil survey yang diberi judul “Mengapa Orang Kaya Lebih Panjang Umur?”. Inilah salah satu realita yang benar-benar harus kita waspadai. Mudah-mudahan jika kita sudah memahami makna dari Panjang Umur dan unsur-unsur yang menyertainya, hal semacam ini tidak akan berpengaruh kepada kejiwaan kita. Berikut ulasan dari berita itu :
Mengapa Orang Kaya Lebih Panjang Umur?
http://female.kompas.com/read/
2012/01/24/16115136/
Mengapa.Orang.Kaya.Lebih.Panjang.Umur
KOMPAS.com - Menurut riset yang diadakan oleh lembaga non profit dari Inggris, Longevity Science Advisory Panel, pria-pria terkaya di dunia saat ini rata-rata mencapai usia 80,4 tahun. Ini berarti enam tahun lebih lama daripada pria yang berada dalam kelompok sosio-ekonomi lebih rendah. Jurang harapan hidup antara kelompok kaya dan kelompok miskin pun makin melebar. Sekitar 20 tahun lalu, pria yang lahir dari kalangan sosio-ekonomi yang lebih tinggi diharapkan akan hidup hingga usia 75,6 tahun, hampir lima tahun lebih lama daripada pria dari sosio-ekonomi yang lebih rendah.
Mengapa pria yang lebih kaya bisa hidup lebih lama? Salah satu alasannya (1 persen), karena memiliki lebih banyak uang, mereka juga punya lebih banyak waktu untuk menikmatinya. Sementara pria dengan penghasilan lebih rendah cenderung menjalani hidup yang tidak sehat, begitu menurut penelitian tersebut.
Alasan yang sebenarnya berkaitan dengan bagaimana orang memilih untuk menggunakan uangnya. Dari berbagai lembaga riset disimpulkan bahwa pekerja dengan penghasilan lebih rendah cenderung merokok, minum lebih banyak alkohol, dan memiliki tingkat obesitas yang lebih tinggi. Pada tahun 2011, riset yang digelar oleh pemerintah Inggris menyimpulkan bahwa pada 2009 terjadi lebih dari 6.500 kasus kematian di Inggris yang diakibatkan oleh alkohol. Angka kematian ini juga tertinggi di kalangan ekonomi lemah.
Di Amerika, berbagai lembaga riset menunjukkan tren yang sama. Monique Morrissey, pakar ekonomi yang bernaung di bawah Economic Policy Institute, menyatakan bahwa tingkat obesitas dan kebiasaan merokok hanya merupakan bagian dari kisah tersebut. “Faktor-faktor perilaku ini masih tidak dapat menjelaskan melebarnya jurang dalam harapan hidup,” kata Morrissey.
Akses terhadap layanan kesehatan yang berkualitas juga merupakan faktor utama. Ada satu kebijakan yang menurut Morrissey akan membuat hal ini memburuk, yaitu meningkatnya usia persyaratan untuk Medicare dan usia pensiun untuk Social Security. “Hal ini secara tidak proporsional akan memengaruhi standar hidup pensiunan dengan penghasilan rendah, yang bergantung pada program-program tersebut,” tuturnya.
Sumber: Smart Money
Walaupun berita ini hanya sekedar survey namun sangat besar sekali pengaruhnya. Apalagi dengan diberi judul seperti itu secara tidak langsung akan menimbulkan satu pemahaman bahwa “jika mau umur kita panjang maka kita harus kaya”. Ini yang ada di opini saya, mudah-mudahan tidak dengan opini anda.
Ada sebuah buku yang dijadikan referensi dalam penulisan ini karena sedikit banyaknya agar kita mengetahui pemikiran-pemikiran dan doktrin-doktrin yang diajarkannya sehingga tidak dapat mempengaruhi keimanan kita. Buku tersebut diberi judul “GERAKAN KEAGAMAAN DAN PEMIKIRAN” yang dimuat oleh WAMY.
Sebagai seorang yang beriman, tentu sama-sama kita sudah mengetahui bahwa kita diciptakan oleh Allah dalam rangka mengadi kepadaNya bukan untuk main-main. Tidak hanya orang beriman saja, seluruh makhluk ciptaaNya ini baik yang ada dilangit dan dibumi semua berserah diri kepadaNya baik dengan suka maupun secara terpaksa karena kita semua akan kembali kepadaNya.
Dalam rangka kita mengabdi kepada Allah, kita telah diberikan Al-Qur’an sebagai pedoman, tuntunan hidup dan petunjuk yang membedakan antara yang hak dan yang bathil. Agama Islamlah yang menjadikan Al-Qur’an sebagai aturan-aturan yang harus kita taati sehingga kita akan selamat, tidak tersesat.
Rasul telah beriman kepada Al Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”, dan mereka mengatakan: “Kami dengar dan kami ta`at.” (Mereka berdo`a): “Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali.” (Al-Baqarah : 285)
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
(QS 51:56)
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS 23:115)
Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan. (QS 3:83)
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS 3:85)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. (QS 3:19)
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
(QS 2:208)
Terakhir yang ingin disampaikan adalah, bahwa kita umat Islam, perlu kiranya untuk saling mengingatkan dan meningkatkan kewaspadaan terhadap hal-hal yang dapat menggelincirkan kita kedalam kemusyrikan. Hal ini perlu sekali karena mereka (Yahudi dan Nasrani) seperti yang sudah disampaikan bahwa mereka suka memutarbalikkan fakta, mereka tidak senang kepada kita sampai kita mau menuruti kemauan mereka yang bertujuan untuk memutus dari pertolongan Allah SWT kepada kita. Hal ini perlu kita waspadai dari segala aspek walaupun dari cara berdo’a.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah dalam menyikapi soal Yahudi dan Nasrani bukanlah kepada personnya tapi kita coba lebih kedalam artinya kita berinstropeksi diri apakah dalam diri kita juga terdapat hal-hal yang menyerupai perbuatan Yahudi dan Nasrani? Dengan kata lain adalah hal ini merupakan perbuatan yang menjadi sifat manusia. Jika kita memiliki sifat itu, bukankan sama saja kita terlibat didalamnya?
Mudah-mudahan dari uraian singkat mengenai Do’a Panjang Umur ini dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat khususnya buat diri pribadi dan umumnya buat saudara-saudara se Muslim dan se Iman.
Tak lupa diucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya  apabila ada kesalahan dalam penulisan dan ada pihak-pihak yang tidak menerima dari uraian ini.  Perlu ditekankan kembali bahwa uraian ini tidak ada maksud untuk menentang dari yang sudah ada (pada umumnya), tidak ada paksaan untuk dapat secara langsung menerima uraian ini.
Yang benar dari Allah, dan yang salah dari diri pribadi.
Wassalaamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar