SYARAT BERPUASA
S
|
yarat
daripada berpuasa adalah iman, karena
yang dipanggil untuk melaksanakan puasa adalah “Orang-orang yang Beriman”
berdasarkan Surat Al-Baqarah (2) ayat 183. Kemudian syarat berikutnya adalah
ihtisab (perhitungan yaitu dengan ilmu).
Dalam
sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda,
“Barang siapa yang
berpuasa atas dasar iman dan ihtisab, hanya ingin mendapatkan balasan dari
Allah, maka ia diampuni dosa-dosa yang telah lalu” (HR. Bukhari Muslim)
Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya mengenai iman bahwa orang yang beriman itu sangat cinta kepada Allah.
Kalau diri kita mengaku beriman, maka atas dasar inilah kita laksanakan puasa
dengan sebaik-baiknya, kita dengar dan kita ta’at. Yang kita cintai telah
menyerukan untuk berpuasa, tentu hati merasa gemetar dibuatnya dan bertambahlah
cinta kita kepadaNya.
Sesungguhnya
orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah
hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka
(karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Q.S 8:2)
(yaitu) orang-orang
yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.(Q.S
8:3)
Itulah orang-orang
yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat
ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (ni'mat) yang mulia.(Q.S 8:4)
Bila kita tinjau lebih jauh mengenai iman, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar iman itu dapat dikatakan sempurna, yaitu :
·
Iqrar
bil lisan (diucapkan dengan lisan)
·
Tasdiq
bil qalbi (diyakini dalam hati)
·
'Amalun
bil jawarihi (dilaksanakan dengan anggota badan)
Dalam hadits dijelaskan :
“Iman adalah
ma’rifat dengan hati, diucapkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal
perbuatan.” (HR.
Ibnu Majah dan Ath-Thabrani dari Ali ra.)
Kita mengaku beriman maka apa
yang kita ucapkan (ikrar), ditanamkan kedalam hati, dan terlihat dalam
perbuatan, sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah.
Oleh sebab itu, puasa yang
berdasarkan iman adalah yang selalu mempuasakan lidahnya, hati dan
perbuatannya, bukan hanya sekedar menahan lapar dan haus saja sebagaimana
Hadits yang telah dituangkan sebelumnya.
Dari
Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi ia tidak memdapatkan
apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar, dan berapa banyak orang yang shalat
(tarawih/malam) yang tidak mendapatkan apa-apa dari shalatnya melainkan hanya
begadang." Hasan Shahih: Juga dalam At-Ta'liq, Al Misykah (2014).
Secara terperinci, mari
sama-sama kita kaji mengenai Puasa Lisan (Kata), Puasa Hati, dan Puasa
Perbuatan dengan merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadits.
PUASA LISAN
(PERKATAAN)
M
|
ulutmu
Harimau-mu. Lidah lebih tajam daripada pedang. Fitnah lebih kejam daripada
pembunuhan.
Beberapa kalimat tersebut di
atas adalah sebuah ungkapan atau istilah yang dapat diindikasikan bahwa begitu pentingnya
kita harus dapat mengendalikan kata-kata yang diucapkan. Tidak sedikit
munculnya perselisihan bahkan sampai terjadi peperangan diakibatkan dari
kata-kata atau ucapan yang tidak dikendalikan.
Sudah semestinya dalam Bulan
Suci ini, kita melatih untuk bertutur kata yang baik, tidak membuat orang lain
tersinggung, mengatakan perkataan yang benar, tidak berbohong atau berdusta.
Perkataan yang benar itu ialah perkataan yang sesuai dengan ajaran Islam yang
telah diatur dalam Al-Qur’an, bukan perkataan yang menuruti hawa nafsunya.
dan tiadalah yang
diucapkannya itu (Al-Quraan) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (QS 53:3-4)
Demikianlah
(perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi
Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan
bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu
keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.
(Q.S 22:30)
Rasulullah
bersabda :
“Sesungguhnya puasa
itu perisai. Maka jika salah seorang dari kamu berpuasa, jangan berkata keji dan kasar. Kalau dia dicela atau hendak
diperangi seseorang, hendaklah ia berkata, sesungguhnya aku sedang berpuasa”
(HR Bukhari – Muslim)
Dalam
Hadits yang lain :
Dari
Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata kotor, jangan
melakukan sifat-sifat kebodohan, jika ada seseorang yang bersikap bodoh
kepadanya, maka katakanlah, 'Sesungguhnya aku sedang berpuasa '. "
Shahih: Shahih Abi Daud (2045). Muttafaq 'Alaih.
Merujuk
kepada ayat dan hadits yang telah diuraikan, tak bosan kami sampaikan hendaknya perkataan yang kita ucapkan tidak
menuruti hawa nafsu, bertutur kata yang baik dan sopan, perkataan yang
diucapkannya adalah perkataan yang benar, tidak berbohong, tidak mengada-ngada.
Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu
dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya
ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS 33:70-71)
Subhanallah, sebenarnya
Al-Qur’an telah memberikan penjelasan, mengapa kita harus mengendalikan
lisan/perkataan dengan berkata yang benar, tidak disertai dengan hawa nafsu,
maka hasil daripada hal tersebut :
1. Allah
akan memperbaiki ‘amalan-‘amalan dan mengampuni dosa-dosa kita. Inilah yang disebut “bulan penuh ampunan (maghfiroh)”.
niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (QS 33:71)
2. Allah memberikan rasa aman (tidak ada kekhawatiran) akan kesejahteraan
anak-anak atau generasi berikutnya yang kita tinggalkan.
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
(QS 4:9)
3. Allah memberikan beberapa
perumpamaan laksana pohon yang baik dan pohon yang buruk.
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah
membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh
dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim
dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia
supaya mereka selalu ingat. Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut
dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.
Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang
beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat;
dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki. (QS 14:24-27)
Berkenaan
dengan inilah (perkataan yang baik), Rasulullah bersabda :
Bau mulut seorang
yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat dari harumnya misik
(minyak wangi paling harum di dunia).
(HR. Bukhari)
“Setiap amal anak
Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh
hingga tujuh ratus kali. Allah ‘azza wajalla berfirman; ‘Selain puasa, karena
puasa itu adalah bagi-Ku dan Akulah yang akan memberinya pahala. Sebab, ia
telah meninggalkan nafsu syahwat dan nafsu makannya karena-Ku.’ Dan bagi orang
yang berpuasa ada dua kebahagiaan. Kebahagiaan ketika ia berbuka, dan
kebahagiaan ketika ia bertemu dengan Rabb-Nya. Sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah
daripada wanginya kesturi.”
(HR. Muslim no. 1945)
Sebagai ekses dari terpeliharanya
perkataan yang bohong, keji, kasar, kotor, sudah pasti perkataannya benar/tidak
berdusta, tutur kata yang diucapkannya baik, lembut, maka dijamin orang yang
mendengarnya pun ikut bahagia dan senang karena tidak ada yang tersakiti. Itulah
maksud perumpamaan dari Hadits di atas bahwa bau mulut seorang yang berpuasa
lebih harum dari wangi misik. Sebaliknya, jika kita tidak dapat mengendalikan
perkataan dan masih terlibat kepada perkataan bohong/berdusta, maka Rasulullah
bersabda :
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ia berkata : Sesungguhnya
Nabi saw. telah bersabda : Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan
bohong dan amalan kebohongan, maka tidak ada bagi Allah hajat (untuk menerima)
dalam hal ia meninggalkan makan dan minumnya. (H.R:
Jama'ah Kecuali Muslim)
Pada
Hadits lainnya :
Dari
Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan kotor, sifat-sifat
kebodohan, dan melakukan hal itu, maka Allah tidak akan mempedulikannya makan
dan minumnya (puasa)." Shahih: At-Ta'liq Ar-Raghib (2/97), Shahih Abi
Daud (2054). Bukhari
Dari ke-dua Hadits tersebut,
dapat dipahami bahwa Allah tidak merasa perlu memberi pahala puasanya jika kita
masih berkata dusta. Sangat disayangkan apabila kita masih melakukannya karena
Puasa yang kita jalani hanya sekedar menahan lapar dan haus saja.
Mari kita renungkan bersama
apakah kita masih melakukan seperti itu? Kami yakin, buat kita yang mengaku
sudah beriman tentu didalam hati sanubarinya mengatakan tidak mau termasuk
orang-orang yang berkata dusta. Tidak mau puasa yang dijalankannya hanya
sekedar menahan lapar dan haus saja. Setiap diri pastinya berharap bahwa puasanya
akan diterima oleh Allah SWT dan kelak dapat dijadikan tabungan pahala agar
meraih syurgaNya. Jika demikan yang diharapkan maka BUKTIKANLAH, TIDAK ADA
DUSTA DIANTARA KITA ...
PUASA HATI
(QALBU)
K
|
etahuilah,
bahwa di dalam tubuh manusia ada segumpal darah, jika segumpal darah itu baik,
maka seluruh tubuh akan menjadi baik, tetapi jika segumpal darah itu rusak,
maka seluruh tubuh itu akan rusak. Ketahuilah! Bahwa yang demikian itu adalah
hati. (Al-Hadits)
Keterkaitan
dari sabda Rasulullah diatas dengan Al-Qur’an yaitu :
dan jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan
jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS 91:7-10)
Itulah yang menjadi tolok
ukur baik buruknya manusia yaitu dari hatinya. Dengan hati yang bersih maka akan
terbentuk jiwa yang kuat, membentuk jiwa yang tenang, tidak resah, gelisah,
was-was, takut menghadapi berbagai macam godaan dan cobaan. Dengan jiwa yang
tenang inilah apabila malaikat kematian datang menjemput, jiwa ini telah siap,
hati ini puas untuk kembali kepadaNya.
Hai jiwa yang
tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka
masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku. (QS 89:27-30)
Terkadang kita mungkin
terlupa bahwa setiap saat kematian mengintai kita. Setiap yang berjiwa pasti
akan merasakan mati. Celakanya, kita tidak akan pernah tahu kapan kematian atau
ajal itu menjemput. Kalau hari ini kita sudah diingatkan dan sudah ingat
kembali bahwa yang namanya kematian itu
pasti akan terjadi, lalu apa yang menjadi bekal kita untuk dikehidupan
berikutnya yang kekal ?
Untuk itu berkenaan dengan Bulan
Suci Ramadhan dan agar kita tidak celaka, marilah kita jauhi sifat-sifat
seperti iri, dengki, sombong dll. Kita latih hati ini untuk menahan diri dari sifat-sifat
dan keinginan-keinginan yang tiada berguna tersebut sebagai bukti kalau kita takut
akan kebesaranNya.
Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, (QS 79:40)
Maka hasil daripada menahan
diri dari keinginan nafsunya, pada ayat berikutnya, (inilah yang diisyaratkan bahwa
bulan puasa didalamnya memiliki kemuliaan sehingga terbebas dari api neraka/mendapat
syurga).
maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya). (QS 79:41)
Kemudian bagaimanakah cara
agar hati ini terhindar dari keinginan-keinginan yang tidak berguna? Al-Qur’an
telah menjawabnya yaitu dengan banyak mengingat dan menyebut nama Allah sebanyak-banyaknya
agar hati menjadi tentram.
(yaitu) orang-orang
yang beriman dan hati mereka manjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS 13:28)
Hai orang-orang
yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. (QS 33:41-42)
Lalu
pada ayat berikutnya :
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan
malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu),
supaya Dia mengeluarkan kamu dari
kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada
orang-orang yang beriman. (QS
33:43)
Lagi-lagi sebenarnya kita sudah
diberitahukan oleh Allah akan keutamaan Bulan Ramadhan dan dapat melihat hasilnya
dengan melakukan Puasa Hati, (sesuai
QS 33:43) yaitu
:
·
Allah memberikan rahmat
kepada kita (bulan penuh rahmat)
·
Malaikat memohonkan ampunan
untuk kita (bulan penuh ampunan)
·
Allah mengeluarkan kita dari
kegelapan kepada cahaya yang terang. Ini dapat kita artikan pula dari rasa
resah, gelisah (Nar) kepada rasa aman, tenang dan bahagia (Syurga)/ terbebas
dari api neraka.
Dengan hati yang bersihlah
sebagai kesiapan agar Al-Qur’an turun (Nuzul) ke dalam hati kita sehingga atas
izin Allah kita mengetahui mana yang terang (haq) mana yang gelap (bathil).
Alif, laam raa.
(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia
dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka,
(yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (QS 14:1)
Setelah kita sudah mengetahui
cara agar hati ini terhindar dari keinginan-keinginan yang tidak berguna yaitu dengan cara mengingat Allah, lalu
dengan ber-dzikir sebanyak-banyaknya, kemudian kitapun harus memperhatikan
bagaimana etika atau adab atau tata cara ketika menyebut nama Allah.
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara,
di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai. (QS 7:205)
Allah Maha Mendengar, mendengar
semua hambaNya dari perkataan yang belum terucap maupun yang sudah terucap.
Allah tidak tuli (kalau
dialek dalam bahasa betawi, Allah tidak budeg).
Sudah cukup jelas yang diperintahkanNya
bahwa dalam menyebut nama Allah (Dzikir), cukup dilakukan dalam hati, tidak perlu
dengan mengeraskan suara. Jika kita tidak menta’atinya tentu dapat dikatakan
kita tidak merasa takut, kita termasuk orang-orang yang lalai. Bukankah
sebelumnya sudah dibahas mengenai bagaimana orang yang beriman itu? “Kami mendengar dan kami ta’at”. Janganlah
seperti kaum Yahudi, dia mendengar tapi tidak mau mentaatiNya.
Yaitu orang-orang
Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami
tidak mau menurutinya. Dan (mereka mengatakan pula): "Dengarlah"
sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan):
"Raa'ina", dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya
mereka mengatakan: "Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan
perhatikanlah kami", tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat,
akan tetapi Allah mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak
beriman kecuali iman yang sangat tipis. (QS 4:46)
Tidak ada lagi bantahan,
tidak ada lagi alasan untuk mencari pembenarannya dengan menuruti hawa
nafsunya. Bagaimana perumpamaan hawa nafsu itu? Apa jadinya jika kebenaran
disertai dengan hawa nafsu? (silahkan
baca kembali ke atas).
Lantas (seperti yang
dijelaskan dalam QS 7:205),
yang manakah orang-orang yang lalai itu?
Dan sesungguhnya
Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah)
dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai
telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah).
Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (QS 7:179)
Ber-dzikir memang
diperintahkan oleh Allah, namun jika perintah itu kita laksanakan dan dalam
pelaksanaannya tidak sesuai dengan apa yang diperintahkan, maka kita termasuk
orang-orang yang zalim dan berbuat kefasikan, Naudzubillah...
Lalu orang-orang yang lalim mengganti perintah
dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Sebab itu Kami
timpakan atas orang-orang yang lalim itu siksa dari langit, karena mereka berbuat fasik. (QS 2:59)
Selain ber-dzikir,
permasalahan lainnya yang masih berkaitan dengan perintah dalam beribadah
dimana masih sering kita jumpai ditengah-tengah masyarakat kita yaitu ketika adab/tata
cara membaca Al-Qur’an.
Bulan Ramadhan merupakan
moment yang tepat untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Salah satunya adalah
dengan membaca Al-Qur’an yang dilakukan bersama (Tadarus). Disini kami tidak
mempersoalkan masalah tadarusnya, akan tetapi menyoroti masalah adab/tata cara
membaca Al-Qur’an ketika dilakukan secara bersama-sama. Padahal jika kita mau
menelaah firman Allah berikut ini :
Dan orang-orang
yang kafir berkata: "Janganlah kamu
mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al Quraan ini dan buatlah hiruk-pikuk
terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka". (QS 41:26)
Mencermati dari QS 41:26,
sangat jelas sekali ayat tersebut diperuntukkan untuk orang-orang kafir. Akan
tetapi yang musti kita pahami betul-betul, kita introspeksi diri, kita
renungkan dan kita terima dengan pikiran dan hati yang bersih bahwa apabila kita pun melakukan hal demikian maka
kita sendiri tak ubahnya seperti mereka. Kita membaca Al-Qur’an secara
beramai-ramai, saling dahulu-mendahului (sesasama
bis kota saja dilarang saling mendahului)
sehingga suasananya menjadi hiruk-pikuk dibuatnya.
Kita yang mengaku sudah
beriman sudah pasti tidak akan mau disebut orang kafir. Tapi ironisnya jika
melihat fenomena yang terjadi seperti yang sudah disampaikan di atas bahwa
masih banyak umat Islam sendiri yang mengaku beriman tetapi masih terlibat
kepada perbuatan itu. Kita masih mengabaikan aturan-aturan dari Allah yang
sudah jelas semua itu adalah sebagai suatu peringatan untuk kita sebagai
manusia khususnya buat kita yang mengaku beriman.
Allah telah memberikan solusi
mengenai tata cara yang terbaik dan paling baik, yaitu :
Dan apabila
dibacakan Al Qur`an, maka dengarkanlah
baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. (QS 7:204)
Sekali lagi yang ditekankan disini
adalah, kami bukan mempersoalkan tadarusnya selama dilakukan dengan tata cara
yang sudah diatur oleh Allah SWT. Lakukanlah tadarus/membaca Al-Qur’an secara
satu persatu, sambil yang lainnya mendengarkan agar baik yang membacanya maupun
yang mendengarkannya akan mendapat Rahmat dari Allah SWT. Inilah Faedah Bulan
Ramadhan, Bulan Penuh Rahmat.
Itulah sekelumit permasalahan
yang kiranya perlu untuk diingatkan dan diluruskan, tentu bukan dari hawa nafsu
yang kami kedepankan, tetapi Al-Qur’an lah yang menjelaskan itu semua.
Selanjutnya mari kita kembali kepada bahasan semula.
Dimanapun, kapanpun, dalam
keadaan apapun, tidak ada yang menghalangi kita untuk mengingat Allah.
Sesungguhnya dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari
siksa neraka. (QS 3:190-191)
Apabila kita mengingat Allah,
tentu Allah-pun akan mengingat kita dan disamping itu hendaknya kita bersyukur.
Karena itu,
ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah
kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (QS 2:152)
Insya Allah, karena kita
sering mengingatNya dan bersyukur, Allah pun ingat kepada kita, maka Allah
memberikan Rahmat kepada hambaNya. Rahmat yang Allah berikan kepada hambaNya
adalah melalui hatinya. Al-Qur’an itulah berupa rahmat yang telah diturunkan
oleh Allah.
Hasil dari Rahmat yang telah
diberikan oleh Allah sebenarnya dapat dilihat dan dapat dirasakan oleh kita, akan
tetapi pertanyaannya adalah, “sudahkah kita berlaku demikian?”
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma`afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal (QS 3:159)
Berbicara masalah hati
manusia, kami rekomendasikan untuk membaca buku/kitab “Keajaiban Hati” karya
Imam Al-Ghazali karena pada buku tersebut mengungkapkan rahasia-rahasia hati secara
lebih terperinci. Alasan kami memberikan rekomendasi tersebut bahwa apa yang
diuraikan dalam buku itu sungguh memberikan pencerahan yang begitu mendalam, syarat
dengan ilmu karena menurut hemat kami, beliau (Imam Al-Ghazali) adalah salah
satu hamba Allah yang telah diberikan dan dibukakan pemahaman akan Ilmu yang
tidak terlepas dari Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam Al-Qur’an, bukankah
Allah pun telah memerintahkan kita untuk bertanya kepada orang-orang yang
memiliki ilmu?
Kami tiada mengutus
rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang
Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah olehmu kepada orang-orang yang
berilmu, jika kamu tiada mengetahui.
(QS 21:7)
Guna pelengkap dan tambahan
ilmu buat kita, Insya Allah kajian mengenai “Keajaiban Hati” dan kajian-kajian
lainnya yang mudah-mudahan bermanfaat, akan kami sajikan pada akhir pembahasan
materi ini. Selanjutnya mari kita lanjutkan mengenai Puasa Ramadhan.
PUASA PERBUATAN
M
|
engutip
dari salah satu rangkaian kalimat didalam buku Keajaiban Hati, bahwa perbuatan
yang kita lakukan adalah sebagai penjelmaan dari cahaya hati,
kejahatan-kejahatan yang diperbuat merupakan pantulan sinar gelap yang membekas
di hati.
Tanpa mengurangi dan melebihi
dari bahasan itu kiranya perlu juga untuk senantiasa diingatkan secara terus
menerus bahwa jika kita masih terlibat kepada perbuatan yang melanggar
aturan-aturan dari Allah, maka semua ‘amal/perbuatan yang kita lakukan akan
terhapus dan menjadi sia-sia. Bentuk perbuatan yang melanggar aturan-aturan
dari Allah, itulah yang namanya “syirik” (menyekutukan Allah). Orang
yang berbuatnya disebut “musyrik”.
Dan sesungguhnya
telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan),
niscaya akan hapuslah amalmu dan
tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. (QS 39:65)
Di awal sudah dijelaskan mengenai
“niat” bahwa hendaknya semua yang kita lakukan harus ikhlas/murni karena Allah.
Artinya segala bentuk perilaku, tindak-tanduk, perbuatan kita harus memenuhi
aturan-aturan yang telah ditetapkan-Nya sebagai konsekuensi yang telah kita
ucapkan dan kita tanamkan dalam hati.
Oleh sebab itu tak bosan kami
sampaikan, marilah pelajari diri kita (Kaji Diri) dengan Al-Qur’an sebagai
pedomannya, apa saja perbuatan-perbuatan yang tanpa disadari kita masih
terlibat didalamnya, kemudian dipahami dan setelah itu di‘amalkan, agar kita
layak disebut sebagai salah satu diantara orang-orang yang beriman.
Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu)
orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, dan
orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada
berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka
miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa
mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.
Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya,
dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang
akan mewarisi, (yakni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di
dalamnya. (QS
23:1-11)
Teruntuk orang-orang yang
beriman, berikut adalah beberapa seruan dari Allah agar menjauhi perbuatan-perbuatan
sbb :
·
Jangan
suka merendahkan, melecehkan, mengejek orang lain, dsb.
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu
lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang
direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS 49:11)
·
Jangan
suka berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain, bergunjing.
Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu
yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima
Taubat lagi Maha Penyayang.
(QS49:12)
Dalam
Hadits Rasulullah bersabda :
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Janganlah kalian
saling hasut, saling najsy (memuji barang dagangan secara berlebihan), saling
benci, saling berpaling, dan janganlah sebagian di antara kalian berjual beli
kepada orang yang sedang berjual beli dengan sebagian yang lain, dan jadilah
kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara. Muslim adalah saudara muslim lainnya,
ia tidak menganiaya, tidak mengecewakannya, dan tidak menghinanya. Takwa itu
ada disini -beliau menunjuk ke dadanya tiga kali- Sudah termasuk kejahatan
seseorang bila ia menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim bagi muslim
lainnya adalah haram baik darahnya, hartanya dan kehormatannya." Riwayat
Muslim.
·
Jangan
suka menyebut-nyebut apa yang sudah kita sedekahkan apalagi sampai menyakiti
hati sipenerima (Riya’)
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu
menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti
(perasaan si penerima), seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu
licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang kafir. (QS
2:264)
Dari
Mahmud Ibnu Labid Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya
hal yang paling aku takuti menimpamu ialah syirik kecil: yaitu riya."
Riwayat Ahmad dengan sanad hasan.
Larangan-larangan yang telah
disajikan di atas, itu semua dapat kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Atau bahkan kita sendiripun masih suka melakukannya?
Katakan
Tidak pada Kemusyrikan,
itulah yang harus selalu dikumandangkan
bagi orang-orang yang beriman. Karena kita sadar bahwa semuanya itu
dapat merugikan kita, semuanya itu dapat menghapuskan semua ‘amal ibadah yang
telah kita lakukan dan menjadi sia-sia.
Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu
tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-orang yang telah
sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka
bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka
itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat
Tuhan mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia , maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan
Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.
Demikianlah balasan mereka itu neraka
Jahanam, disebabkan kekafiran mereka dan disebabkan mereka menjadikan
ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai olok-olok. (QS 18:103-106)
Semua yang terdapat di alam
raya ini adalah ayat-ayat Allah. Beberapa ayat-ayat Allah yang sering kita
temui adalah dalam rumah tangga seperti orang tua, kakak, adik, keponakan, om,
tante, anak, pasangan hidup kita (bagi
yang sudah berkeluarga),
dsb.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya
ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa
kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir. (QS
30:21)
Ayat yang kami sajikan adalah
salah satu contohnya yaitu pasangan hidup. Jika kita berlaku kasar, membohongi,
mencaci maki dan lain sebagainya kepada pasangan hidup, itu sama artinya kita
telah berbuat jahat kepada Allah. Padahal Allah menciptakan pasangan agar kita
merasa tenteram berada disisinya yang dengan hal ini akan terbentuklah menjadi
keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah.
Kami menyajikan contoh ini
khususnya buat kami sendiri agar senantiasa diingatkan, dalam rangka untuk mengoreksi
dan memperbaiki diri bagaimana memperlakukan pasangan, anak ataupun yang
lainnya dengan tidak berlaku semena-mena. Begitupun harapan kami secara umum agar
dapat diterapkan oleh kita yang mengaku sudah beriman.
Hal ini perlu sekali
disadari, direnungi secara hikmat oleh kita karena jika masih diabaikan maka
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami
dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali
tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga
unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada
orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS
7:40)
Itulah peringatan dari Allah
yang mendustakan ayat-ayatNya. Bagaimana mungkin Allah akan menerima do’a kita
apalagi mengabulkannya (tidak
dibukakan pintu langit) jika
kita masih ingkar kepada ayat-ayatNya. Bagaimana mungkin tercipta suatu rumah
tangga yang bahagia (Baiti
Jannati) jika
kita masih ingkar terhadap ayat-ayatNya. Sungguh sangat mustahil dan tidak akan
mungkin terjadi seperti apa yang telah diumpakan dalam ayat tersebut (hingga unta masuk ke lubang
jarum).
Kemudian hal yang tak kalah
penting dan perlu diperhatikan masalah perbuatan yang sia-sia, yang masih sering
dijumpai ditengah-tengah masyarakat kita adalah mengenai Do’a Panjang Umur dan Makanan.
Sering kedua perbuatan tersebut
(do’a panjang umur
dan makanan)
kami tuangkan dalam bahasan-bahasan kami yang lain. Tidak bosan-bosannya hal
ini kami lakukan secara berulang-ulang karena tak lain dan tak bukan adalah
untuk saling mengingatkan karena hal ini perlu dan bermanfaat. Jika tidak
begitu kita ini akan termasuk orang-orang yang rugi.
Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati
kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS 103:1-3)
Maka berilah
peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. (QS 88:21)
oleh sebab itu
berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfa`at, (QS 87:9)
Perlu kiranya dituntut kehati-hatian
dan dituntut pula suatu pemikiran yang positif dan pemahaman yang bijak dalam
menyikapinya. Sepintaslalu memang kedua masalah tersebut terlihat begitu sepele,
tapi inilah kenyataannya yang sering dijumpai, kita sering dibuat lengah. INGAT !! kita sudah berniat karena
Allah jadi kita harus betul-betul melaksanakan aturanNya secara ikhlas, kalau
kita mau disebut sebagai orang yang beriman. Sepele menurut pemikiran dan hawa
nafsu kita, tetapi lain halnya menurut Al-Qur’an.
Untuk itu, mari kita coba
lihat lagi satu per satu dari kedua masalah tadi untuk selanjutnya kita kaji
melalui Al-Qur’an dan Hadits.
a.
Do’a Panjang
Umur
D
|
o’a
memanglah perintah dan kewajiban bagi setiap muslim karena do’a merupakan
intinya ibadah. Apalagi berdo’a dalam Bulan Ramadhan yang kita ketahui bahwa “besar kemungkinan” do’a kita akan di kabulkan
oleh Allah SWT.
Dalam hadits Rasulullah bersabda
:
Do’a
adalah inti sarinya ibadah.
(HR. Tirmidzi).
Do’a adalah
senjatanya seorang mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan bumi. (HR. Abu Ya’la).
“Tidak ada sesuatu yang lebih mulia di sisi
Allah ta’ala selain do’a” (HR.
Ahmad no. 8733. Syu’iab Al Arnauth berkata bahwa hadits ini hasan).
Diriwayatkan
dari shahabat Nu’man bin Basyir ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Do’a
adalah ibadah”, kemudian setelah itu beliau membaca ayat “Berdo’alah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang
menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk Neraka Jahannam dalam keadaan
hina dina” (QS. Ghafir: 60) (Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Adabul
Mufradno.714.
Dalam ayat lainnya dijelaskan
:
“Dan
apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah)
bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a
apabila ia memohon kepada-Ku”. (QS.
2:186).
Berkenaan QS 2:186 diatas,
yang menjelaskan masalah do’a, bila kita perhatikan dan cermati secara seksama
bahwa ayat ini (2:186) diapit oleh ayat-ayat mengenai Puasa (ayat 183-185 puasa ; ayat 186 do’a ; 187 puasa). Begitu
pentingnya do’a apalagi dilakukan (dan
sangat dianjurkan)
dalam Bulan Ramadhan, itulah makna yang terkandung dari ayat 186 yang diapit
oleh ayat mengenai puasa.
TUNGGU DULU... sebenarnya dari QS 2:186 ada
kelanjutannya, jangan cukup hanya disitu kita membacanya dan inilah
kelanjutannya.
“... maka hendaklah
mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman
kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS 2:186)
Salah satu kalimat diawal yang
kami tulis “besar kemungkinan”,
seolah-olah ada keraguan. Kenapa tulisan itu tidak dihilangkan menjadi “Apalagi berdo’a dalam Bulan Ramadhan yang
kita ketahui bahwa do’a kita akan di kabulkan oleh Allah SWT”.
Alasan kami menuliskan
seperti itu adalah dengan mencermati dari kelanjutan QS 2:186. Jadi ada syarat
dari Allah yang harus kita penuhi agar do’a kita di kabulkan. Tentu syaratnya
adalah seperti yang termaksud dalam surat tersebut yaitu IMAN. Untuk itulah
ayat mengenai Puasa diawali dengan seruan dari Allah bagi orang-orang yang
beriman (QS 2:183) dan hal ini saling kait-mengkait dengan bahasan yang lainnya
agar do’a kita terkabul.
Bahasan diawal mengenai PUASA
PERBUATAN, telah dijelaskan bahwa jika kita masih terlibat dalam perbuatan
menyekutukan Allah (musyrik) maka semua ‘amal yang kita lakukan akan terhapus
dan ini menjadikan kita termasuk orang-orang yang merugi.
Dan sesungguhnya
telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan (Tuhan),
niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang
merugi. (QS
39:65)
Disinilah lagi-lagi
dibutuhkan peran pentingnya suatu ilmu. Dengan ilmu maka kita akan mengetahui
bahwa apakah perbuatan do’a panjang umur itu diperbolehkan dalam Islam?
Sekali lagi kami tuliskan
bahwa do’a merupakan ibadah yang pokok dan merupakan perintah Allah ~ Namun sebagai catatan ~ apabila dalam
melaksanakan perintah itu didalamnya terdapat sesuatu yang tidak diperintahkan,
maka dalam Al-Qur’an disebutkan termasuk orang-orang yang zalim karena berbuat
kefasikan.
Lalu orang-orang
yang zalim mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan
kepada mereka. Sebab itu Kami timpakan atas orang-orang yang zalim itu dari
langit, karena mereka berbuat fasik.
(QS 2:59)
Oleh sebab itu mengenai do’a
panjang umur apakah diperbolehkan atau tidak dalam aturan Islam maka harus kita
lihat juga ayat-ayat yang lain apakah bertentangan atau tidak. Mari kita lihat
firman Allah berikut :
Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada
kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik. Masing-masing
mereka ingin agar diberi umur seribu tahun, padahal umur panjang itu
sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa. Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka kerjakan. (QS 2:96)
Dari ayat tersebut, rasanya
cukup dijelaskan bahwa manusia yang
menginginkan panjang umur itu sekali-kali tidak akan menjauhkannya daripada siksa.
Dan bukan hanya itu bahwa manusia yang
menginginkan panjang umur adalah manusia yang paling loba (bisa disebut juga dengan
serakah) bahkan lebih loba lagi dari orang-orang
musyrik. Apakah ayat ini dapat diindikasikan bahwa diperbolehkannya meminta
panjang umur?
Untuk lebih dapat meyakinkan
supaya kita tidak ragu lagi akan masalah do’a panjang umur ini, karena mungkin
dilain pihak ada beberapa yang membolehkan selama dalam do’a tersebut
disisipkan dengan ketaatan beribadah kepada Allah sehingga perbuatan itu
dipandang baik (padahal
yang baik itu belum tentu benar),
coba kita simak hadits dan ayat berikut :
Berdasarkan
hadits Ummu Habibah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Ya Allah, panjangkanlah (umurku) dengan suamiku
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan dengan ayahku Abu Sufyan, dan
dengan saudaraku Mu’awiyah.”
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
“Engkau telah meminta kepada Allah ajal yang telah pasti, dan rezeki yang telah dibagi. Seandainya engkau meminta kepada Allah untuk memasukkanmu ke dalam jannah dan menyelamatkanmu dari neraka (maka itulah yang lebih baik, ed.).”
“Engkau telah meminta kepada Allah ajal yang telah pasti, dan rezeki yang telah dibagi. Seandainya engkau meminta kepada Allah untuk memasukkanmu ke dalam jannah dan menyelamatkanmu dari neraka (maka itulah yang lebih baik, ed.).”
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam menganjurkan
kepada Ummu Habibah, yang tatkala itu meminta panjang umur agar berdo’a yang
lebih baik dan mulia yaitu berdo’a agar dijauhkan dari siksa kubur dan dari
adzab Neraka. (HR Muslim, Kitab al Qadr, Bab Bayan Annal Aajal wal Arzaaq Wa
Ghairaha La Tazied Wa La Tanqush ‘Amma Sabaq Bihil Qadr, no: 33)
Dan tidaklah
patut bagi laki-laki yang mu`min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu`min, apabila
Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka
pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai
Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS 33:36)
niscaya Allah
akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu
yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang
tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui". (QS 71:4)
Telah pasti
datangnya ketetapan Allah maka janganlah kamu meminta
agar disegerakan (datang) nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang
mereka persekutukan. (QS 16:1)
Dan Allah menciptakan kamu dari tanah kemudian
dari air mani, kemudian Dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan
perempuan). Dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula)
melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. Dan sekali-kali tidak
dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya,
melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang
demikian itu bagi Allah adalah mudah. (QS 35:11)
Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami
kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan? (QS 36:68)
Itulah beberapa penjelasan
mengenai Panjang Umur, bahkan dalam ayat yang lain dijelaskan mengenai
permohonan Iblis kepada Allah agar diberi tangguh :
Iblis menjawab:
"Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan". (QS 7:14)
Berkata iblis:
"Ya Tuhanku, (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari
(manusia) dibangkitkan, (QS 15:36)
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah
aku sampai hari mereka dibangkitkan". (QS 38:79)
Apakah artinya jika kita
memohon panjang umur tidak menyerupai perbuatan Iblis yang meminta untuk diberi
tangguh? Kami rasa justru sebaliknya, bahwa perbuatan itu (do’a panjang umur) adalah perbuatan yang
menyerupai iblis (yang
meminta untuk diberi tangguh)
dan tentu kita tidak akan pernah mau disebut IBLIS LAKNATULLAH bukan?
Naudzubillah..
Dari beberapa keterangan
diatas, kami rasa sudah cukup jelas sejelas-jelasnya, dan kami berharap sekali,
tinggalkanlah perbuatan itu. Ini kami sampaikan bukan semata-mata karena hawa
nafsu tapi itulah yang tertulis dalam Al-Qur’an. Apakah kita masih saja ragu
dibuatnya? Padahal Al-Qur’an adalah petunjuk buat orang-orang yang bertaqwa dan
tidak ada keraguan akan isi didalamnya.
Kitab (Al Qur'an)
ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (QS 2:2)
Setelah sudah
tidak ada lagi keraguan mengenai do’a panjang umur ini, kita tidak perlu
tersentak apabila ada yang menggunakan Hadits ini :
“barang siapa yang menyukai dilapangkan rezekinya
dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan
silaturrahim”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Secara kontekstual, hadits
ini mengisyaratkan bolehnya kita memohon panjang umur. Hadits ini pulalah yang
banyak dipakai sebagai dalil untuk memperkuat dan dijadikan acuan dibolehkannya
meminta panjang umur.
Hadits ini benar adanya,
tidak ada yang salah dalam isinya. Tapi menurut hemat kami bahwa ada sedikit
kekeliruan dalam memahaminya. Hadits
itu bukanlah tertuju kepada “do’a” panjang umurnya tetapi tertuju kepada
“perbuatannya” akan silaturahmi yang mengakibatkan panjang umur. Pengertian
daripada panjang umur disinipun tidak serta merta akan merubah ketetapan Allah
tentang ajal (umur) kita, namun mengandung pengertian bahwa jika kita
bersilaturahmi tentu dalam keadaan sadar, bergerak dinamis (hidup) artinya tidak
sedang tidur. Tidur itu adalah sebagian daripada kematian karena kita tidak
sadar, tidak bergerak (mati). Bagaimana mungkin orang yang sedang tidur dapat
bersilaturahmi ? Dengan bersilaturahmi, tentu panjanglah umur kita (masih
hidup).
Ketika
kita sedang tidur, yang merupakan bagian dari pada mati Allah memegang jiwa
kita. Jikalau umur kita sudah ditetapkan pada saat kita tidur, Allah menahan
jiwa itu. Tapi jika umur kita belum ditetapkan untuk mati ketika kita sedang
tidur, maka Allah melepaskan jiwa kita.
Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang)
yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah
Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi kaum yang berfikir. (QS 39:42)
Jadi dalam memahami Hadits
tersebut mengenai panjang umur jika dikaitkan dengan berdo’a memohon panjang
umur, menurut hemat kami kuranglah tepat. Konteksnya sudah berbeda bukan
tertuju kepada do’a yang dipanjatkan atau dimohonkan.
Ada yang lebih berkesan dan
sangat bermakna sekali faedahnya dalam mempraktekkan Hadits tersebut, (ada baiknya kami tayangkan
kembali Haditsnya)
“barang siapa yang menyukai dilapangkan rezekinya
dan dipanjangkan umurnya, hendaklah ia menyambung hubungan silaturrahim”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Yaitu
dengan Bangun Malam untuk melaksanakan Sholat Tahajud. Kita bersilaturahim,
menyambung tali kasih sayang kepada Allah Yang Maha Pemberi Rezki agar
dilapangkan rezki kita. Dengan begitu sudah tentu kita panjang umur karena kita
terbangun dari tidur.
b.
Makanan
S
|
ebagai
seorang muslim yang mengaku beriman, dimungkinkan melaksanakan baik itu shalat
wajib maupun shalat sunnah. Setiap rakaatnya sudah pasti membaca Surat
Al-Fatihah karena ini termasuk syarat syahnya shalat. Salah satu ayat yang
diucapkan dalam bacaan Al-Fatihah adalah :
Hanya
kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada
Engkaulah kami mohon pertolongan
(QS 1:5)
Pernahkan kita sadari bahwa
ayat tersebut merupakan bentuk pengukuhan diri dan janji yang kita ucapkan
kepada Allah? Jika kita masih ingat bahwa syarat sempurnanya iman seseorang itu
adalah harus ada perkataan, hati dan
perbuatan? secara hati dan perkataan
sudah kita lakukan, yaitu dengan membaca surat dan ayat tsb ketika shalat. Lalu
bagaimana halnya dengan bentuk perwujudan dari ucapan tadi jika hanya Allah-lah
yang kita sembah?
Salah satu bentuk
perwujudannya dan menjadi hal yang paling mendasar sebagai bukti hanya kepada
Allah-lah kita menyembah adalah dari makanan.
Maka makanlah yang
halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah
ni`mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya
saja menyembah.
(QS 16:114)
Hai orang-orang
yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan
kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (QS 2:172)
Itulah bukti perwujudannya
kita menyembah kepada Allah, dan selain itu juga sebagai bukti kalau kita
beriman kepada ayat-ayatNya.
Maka makanlah
binatang-binatang (yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayat-Nya. (QS 6:118)
Mungkin kitapun pernah
mengetahui, atas dasar apa Nabi Adam dan Siti Hawa diusir oleh Allah SWT dari
syurga ke bumi? Itu dikarenakan mereka memakan buah khuldi yang telah dilarang.
Itu adalah kisah Nabi Adam, yang dengan kisah itu kita ambil pelajaran darinya.
Oleh sebab itu, sudah seharusnyalah dan marilah kita memperhatikan makanan.
maka hendaklah
manusia itu memperhatikan makanannya.
(QS 80:24)
Badan/raga kita terbentuk
dari organ-organ tubuh. Organ-organ tubuh ini sudah pasti memerlukan asupan
makanan supaya tumbuh dan berkembang dengan baik yang disebarkan melalui
jalannya/aliran darah. Sementara itu bersih kotornya darah terjadi dari makanan
yang kita makan. Apabila makanan itu kotor sudah pasti darahnya itu kotor.
Kemudian jika darahnya itu sudah kotor maka akan berdampak kepada hati yang
kotor. Apabila hati telah kotor maka dimungkinkan menjadi jahatlah
perbuatannya. Perbuatan jahat adalah perbuatannya syaitan. Itulah yang
diisyaratkan dalam Al-Qur’an dan sabda Rasulullah.
Hai sekalian
manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu
adalah musuh yang nyata bagimu.
(QS 2:168)
Rasulullah bersabda :
"Sesungguhnya
syaitan itu berjalan dalam tubuh anak Adam -yakni manusia- sebagaimana aliran
darah. (Muttafaq
'alaih)
Dalam hadits lain, Rasulullah
bersabda :
Dari
an-Nu'man bin Basyir radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya
apa-apa yang halal itu jelas dan sesungguhnya apa-apa yang haram itupun jelas
pula. Di antara kedua macam hal itu -yakni antara halal dan haram- ada beberapa
hal yang syubhat -samar-samar atau tidak diketahui secara pasti halal dan
haramnya-. Tidak dapat mengetahui apa-apa yang syubhat itu sebagian besar
manusia. Maka barangsiapa yang menjaga dirinya dari perbuatan-perbuatan
syubhat, maka ia telah melepaskan dirinya dari melakukan sesuatu yang
mencemarkan agama serta kehormatannya. Dan barangsiapa yang telah jatuh dalam
kesyubhatan-kesyubhatan, maka jatuhlah ia dalam keharaman, sebagaimana halnya
seorang penggembala yang menggembala di sekitar tempat yang terlarang, hampir
saja ternaknya itu makan dari tempat larangan tadi. Ingatlah bahwasanya setiap
raja itu mempunyai larangan-larangan. Ingatlah bahwasanya larangan-larangan
Allah adalah apa-apa yang diharamkan olehNya. Ingatlah bahwa di dalam tubuh manusia itu ada segumpal darah beku,
apabila benda ini baik, maka baiklah seluruh badan, tetapi apabila benda ini
rusak -jahat-, maka rusak -jahat- pulalah seluruh badan. Ingatlah bahwa benda
itu adalah hati." (Muttafaq 'alaih) Imam-imam Bukhari dan Muslim
meriwayatkan hadits di atas dari beberapa jalan, pula dengan lafaz-lafaz yang
hampir bersamaan.
Cara untuk mempersempit
masuknya syaitan melalui makanan adalah dengan berpuasa, yang dengan hal ini
maka seperti yang pernah kami tulis bahwa dengan Puasa inilah sebagai salah
satu untuk kesiapan hati menjadi suci, sehingga dapat menghilangkan
kotoran/najis yang menempel di dalam diri.
“Sesungguhnya setan
masuk (mengalir) ke dalam tubuh anak Adam mengikuti aliran darahnya, maka sempitkanlah jalan masuknya dengan
puasa”. (Muttafaqun
‘Alaihi)
Jika badan dan hati ini telah
suci maka akan membentuk sifat, karakter, tabiat kita sebagai manusia dan akan
menjadi suatu pondasi diri dalam melaksanakan ibadah-ibadah lainnya. Dari
makanan ini rupanya memiliki peranan penting dalam menentukan pribadi-pribadi
manusia menjadi pribadi yang Islami.
Beberapa hal yang perlu kita
perhatikan pula dari makanan adalah harus dilihat dari beberapa segi, yaitu
sebagai berikut :
· Cara
Penyembelihannya
:
Maka makanlah
binatang-binatang (yang halal) yang
disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada
ayat-ayat-Nya. (QS
6:118)
Dan janganlah kamu
memakan binatang-binatang yang tidak
disebut nama Allah ketika menyembelihnya . Sesungguhnya perbuatan yang
semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada
kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi
orang-orang yang musyrik.
(QS 6:121)
Selain makanan, tentu
minumannya pun harus kita perhatikan :
Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.
(QS 5:90)
Sesungguhnya
syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
kamu lantaran (meminum) khamar dan
berjudi itu, dan menghalangi kamu dari
mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan
pekerjaan itu). (QS 5:91)
· Cara
Mendapatkannya
:
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.
(QS 4:029)
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui. (QS
2:188)
· Adab
atau Etika
Makanlah di antara
rezki yang baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan kemurkaan-Ku
menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya
binasalah ia. (QS
20:081)
Hai anak Adam,
pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid , makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan . Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.
(QS 7:031)
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah
saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya. (QS 17:027)
Rasulullah
bersabda :
"Tiada seorang
anak Adam (manusia)pun yang memenuhi sesuatu wadah yang lebih buruk daripada
perut. Cukuplah anak Adam (manusia) itu makan beberapa suap saja yang dapat
mendirikan (menguatkan) tulang belakangnya. Oleh sebab itu, apabila perut itu
mesti diisi, cukuplah sepertiga untuk
makanannya, sepertiga untuk minumnya dan sepertiga lagi untuk pernafasannya
(jiwanya)."
Dari
'Amr bin Abu Salamah radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda kepadaku: "Ucapkanlah
Bismillah dan makanlah dengan tangan kananmu serta makanlah dari makanan yang
ada di dekatmu." (Muttafaq 'alaih)
Sesungguhnya Allah
memasukkan orang-orang mu`min dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir
di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti makannya binatang.
Dan jahannam adalah tempat tinggal mereka. (QS 47:12)
Rasulullah bersabda :
“Rasulullah Saw
melarang orang makan atau minum sambil berdiri”. (HR. Muslim)
· Zat
Makanannya
Diharamkan
bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih
atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya ,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan
anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus
asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa
karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS 5:3)
Katakanlah:
"Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi karena sesungguhnya semua itu kotor atau binatang
yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam keadaan
terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". (QS 6:145)
Jika semua syarat tersebut
sudah kita penuhi, maka ada satu hal lagi yang kita juga harus perhatikan yaitu
Bayar Zakat. Mengenai Bayar Zakat
ini tentu dalam arti luas dan kita persempitkan dari Zakat adalah Infaq yang
merupakan bagian dari Zakat. Setiap rizki yang kita terima, hendaknya harus
dikeluarkan minimal 2,5% dan ini berlaku bagi kita yang merasa beriman. Kenapa
ini harus kita keluarkan? Karena dari setiap rezki yang kita terima ada hak
orang lain yang meminta dan tidak meminta. Dengan membayar zakat/Infaq, inilah
salah satu kunci dalam menyucikan hati kita dan inipula yang menandakan (salah
satu bentuk nyata) bahwa kita percaya akan kehidupan akhirat.
Dan pada
harta-harta mereka ada hak untuk orang
miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS 51:19)
Ambillah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendo`alah untuk mereka.
Sesungguhnya do`a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(QS 9:103)
(yaitu) orang-orang
yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan) akhirat. (QS 41:7)
Dan tidak ada yang
menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena
mereka kafir kepada Allah dan RasulNya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang,
melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan
dengan rasa enggan.
(QS 9:54)
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh
ampunan. Jadikan bulan ini sebagai ladang ‘amal, jadikan bulan ini sebagai
pembelajaran diri, jadikan bulan ini sebagai suatu momentum menuju bulan
Ramadhan berikutnya dan berikutnya (jika
masih diberikan kesempatan),
dan yang pasti sebagai bekal menuju kampung halaman kita yang terakhir nan
kekal.
Mumpung masih ada kesempatan
buat kita untuk merubah diri maka mohonkanlah ampun kepadaNya dengan bertaubat
karena Allah Maha Pengampun dan Penerima Taubat.
dengan kembali
bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah,
(QS 30:31)
Selaku para orang tua,
marilah kita ajarkan kepada anak, cucu, keponakan atau yang lainnya agar tidak
mempersekutukan Allah dengan segala aspeknya. Inilah yang pertama-tama harus
kita didik mereka sedari dini layaknya Nabi Luqman mengajarkan kepada anaknya.
Dan (ingatlah)
ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya:
"Hai anakku, janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". (QS 31:13)
Kita harus ingat bahwa salah
satu yang dapat menghantarkan dan menyelamatkan kita di akhirat kelak adalah “do’a anak yang sholeh”. Inilah yang
harus kita jadikan tolok ukur atau standar penilaian kunci kesuksesan hidup di
dunia dan akhirat. Bukan diukur dari banyaknya harta yang berlimpah, banyaknya
anak, pendidikan yang tinggi (bukan
maksud kami melarang untuk mencari kehidupan di dunia, silahkan tanpa meninggalkan
aturan-aturanNya)
namun apa gunanya itu semua jika tidak mampu menyelamatkan kita untuk kembali
kepada Allah SWT. Itu semua adalah
bersifat fana, tidak kekal dan akan musnah dengan berjalannya waktu.
Bagi para orang tua yang
tidak/belum mempunyai anak kandung/keturunan, tidak perlu berkecil hati, tidak
perlu sedih, tidak perlu takut. Bukan berarti kita tidak memiliki hak yang sama
dengan mereka (yang memiliki anak kandung) hanya karena do’a dari anak yang sholeh yang dapat menyelamatkannya di akhirat.
Kita punya hak yang sama dihadapan Allah. Allah Maha Adil. Bukankah disitu
tidak disebutkan bahwa “do’a anak kandung yang sholeh?”.
Jadi do’a anak yang sholeh
itu dapat diartikan secara luas. Mungkin
diantara kita mempunyai anak angkat, atau anak didik, atau anak yatim yang kita
pelihara/kita urus dengan baik, atau anak buah yang taat, dan masih banyak lagi
yang dapat kita artikan menjadi anak.
Namun demikian itu semua
kembali kepada diri masing-masing bagaimana cara mendidiknya agar menjadikan
mereka sebagai anak yang sholeh
sehingga do’anya dapat menyelamatkan kita di akhirat. Bukan hanya itu, Insya
Allah kitapun mendapatkan nilai ibadah yang lebih disisi Allah karena kita
secara tulus ikhlas dapat mendidik dan merawatnya. Subhanallah...
-bersambung-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar