PENGANTAR RAMADHAN
Assalaamu’alaikum
wr. wb.
Alhamdulillah, segala puji
bagi Allah yang masih mempertemukan kita walaupun lewat bacaan ini, kita masih diberikan
kesempatan untuk dapat saling berbagi, guna menggapai RidhoNya.
Puji-pujian yang terucap hanya
kita alamatkan kepada Allah, kita tambatkan kedalam relung hati yang dalam, kemudian
sebagai perwujudannya kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan perbuatan
yang terpuji dengan kata lain perbuatan kita tidak tercela.
Dalam kesempatan ini, kami
mencoba menuangkan kajian mengenai “PUASA
RAMADHAN SERTA NILAI-NILAI LUHUR YANG DIKANDUNGNYA”. Mudah-mudahan dengan
kajian ini, dapat menjadi salah satu media dakwah, media transformasi dan media
penuntut ilmu yang turut andil dalam memberikan kontribusi kepada sesama. Harapan
kami agar kajian ini tidak sekedar menjadi bahan bacaan atau teori saja, namun dapat
dipraktekkan, dapat kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai informasi bahwa kajian
yang kami tuangkan ini berdasarkan salah satu materi yang kami pelajari bersama
dari kegiatan rutin (majelis) mingguan yang kami beri nama “RIUNGAN’S
KARISMATIQ”. RIUNGAN’S artinya kumpul
bareng dengan nuansa persaudaraan sedangkan KARISMATIQ artinya Kaji Diri Bersama
Tentang Ilmu Al-Qur’an. Dan untuk itu tak lupa kami ucapkan terima kasih
khususnya kepada saudara Gamal yang telah memberikan materi-materinya juga
kepada rekan-rekan yang tergabung dalam majelis pada umumnya, yang tidak dapat
kami sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan
keteguhan hati agar tetap istiqomah serta melapangkan segala urusan kepada kita
semua, Aamiin...
Dengan segala kerendahan
hati, apabila ada kaidah-kaidah yang tidak berkenan dalam buku ini, mohon kiranya
dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya. Jika ada nilai-nilai kebenaran
dalam buku ini, hal tersebut datangnya dari Allah dan jika ada
kesalahan-kesalahan dalam buku ini, tentu datangnya semata-mata dari diri
pribadi.
Salam dari kami...
Wassalaamu'alaikum wr.wb.
Wassalaamu'alaikum wr.wb.
Jakarta, Juli 2012/Ramadhan 1433 H
a.n.
Majelis Riungan’s Karismatiq
- HA -
PUASA
RAMADHAN
SERTA
NILAI-NILAI LUHUR YANG DIKANDUNGNYA
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS 2:183)
A
|
lhamdulillah,
teriring ucapan puja dan puji atas rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan
begitu banyak kenikmatan, sehingga kita masih
diberikan kesempatan untuk menggapai Ridho-Nya.
Sebelum lebih jauh membahas kajian
Puasa Ramadhan, mari sama-sama kita lakukan “Renungan Sejenak”, bertanya kepada diri masing-masing sebagai
langkah awal untuk mempersiapkan dan menyambut Bulan Suci Ramadhan dengan hati
yang ikhlas, hati yang suci. Dengan begitu niscaya akan terpancar suatu sikap,
perbuatan yang terpuji dalam menyambut bulan penuh rahmat, bulan benuh ampunan
dan bulan yang dapat membebaskan dari api neraka diiringi dengan ucapan “ MARHABAN YA RAMADHAN “.
Selama mengarungi kehidupan sampai
saat ini, sudah berapa kalikah saya bertemu dengan Bulan Suci Ramadhan? manfaat
apa yang saya peroleh dari Puasa Ramadhan? apakah puasa yang saya laksanakan
selama ini sudah sesuai dengan aturan-aturan-Nya? apa itu puasa? mengapa saya
berpuasa? apa gunanya puasa? apa tujuannya? atas dasar apa saya melaksanakannya?
apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam Bulan Suci Ramadhan? dan masih
banyak lagi pertanyaan-pertanyaannya, namun cukuplah dulu renungan kita sampai
disitu.
Tidak menutup kemungkinan bahwa
sebagian dari kita barangkali telah mengetahui jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tanpa bermaksud melebihinya dan merasa paling
benar, izinkanlah kami untuk menguraikannya.
Berapa banyaknya pertemuan
kita dengan Bulan Suci Ramadhan, tentu setiap orang berbeda-beda tergantung
dari tingkat usianya. Boleh jadi walaupun tingkat usianya sudah melebihi kita
akan tetapi masih belum mendapatkan dan merasakan manfaat Puasa Ramadhan, dan
sebaliknya walaupun tingkat usianya tidak melebihi atau sama dengan kita, boleh
jadi justru mereka itu telah mendapatkan manfaatnya akan makna Puasa Ramadhan.
Untuk mengetahui manfaat dari
Puasa Ramadhan sehingga dalam pelaksanaannya apakah telah sesuai dengan aturan
Islam, tentu harus dipelajari yaitu melalui ilmu (selain dengan iman). Artinya dengan ilmu-lah kita akan lebih banyak
mengetahui bagaimana melaksanakan puasa itu agar sesuai dengan aturan-aturan
yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dengan ilmu maka akan
memudahkan kita menuju surganya Allah.
Barangsiapa
merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga.
(HR. Muslim)
Tanpa ilmu mustahil akan
menjalankan puasa dengan baik dan benar karena yang dilakukan hanyalah sekedar
menahan lapar dan haus saja. Inilah yang diisyaratkan oleh Sabda Rasulullah :
"Berapa banyak orang yang puasa tidak mendapat dari puasanya kecuali
lapar dan dahaga." (HR Nasai
dan Ibnu Majah).
"Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya
mendapatkan lapar dan dahaga saja, dan berapa banyak orang yang mendirikan
ibadah di malam hari, tapi hanya mendapatkan begadang saja." (HR.
Ahmad)
Tentu kita tidak ingin
seperti orang yang dimaksud. Oleh sebab itu marilah kita sama-sama mempelajari serta
memahami tentang Puasa Ramadhan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits serta
sumber-sumber lainnya sebagai penunjang dan pelengkap dalam menambah khazanah
keilmuan kita.
Guna melengkapi kajian Puasa Ramadhan
dan sekaligus untuk menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan
sebelumnya, maka dalam buku ini mudah-mudahan dapat dijadikan salah satu sumber
dan tambahan ilmu sehingga apa yang menjadi harapan sebelumnya yaitu kita akan mengetahui
dan mendapatkan manfaat dari “Puasa Ramadhan Serta Nilai-nilai Luhur Yang
Dikandungnya”.
MENGAPA BERPUASA ?
APA ITU
PUASA?
M
|
enurut
Al-Qur’an, kata Puasa adalah “Shiam”
atau “Shaum” jika diterjemahkan adalah
“menahan/mengendalikan”. Sedangkan
kata Puasa yang sudah menjadi bahasa Indonesia, diambil dari bahasa Jawa yaitu “Poso” yang artinya adalah “Prihatin”.
Puasa Menurut istilah adalah
:
“menahan atau mengendalikan
hawa nafsu dari sesuatu yang membatalkan (makan, minum, berhubungan suami
istri) dari semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari, disertai dengan
niat”.
Niat yang kita lakukan
hendaknya ikhlas/murni karena Allah, tidak ada paksaan, tidak terpaksa, tidak
ada yang memaksa. Firman Allah SWT :
Padahal
mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan
lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS 98:5)
Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yaitu Umar bin Al-khaththab bin
Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin
Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar
Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bahwasanya
semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan bahwasanya bagi
setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang
hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan
RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak
diperolehnya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka
hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu."
(Muttafaq 'alaih -disepakati atas keshahihannya hadits ini karena diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim)
Jika niat kita ikhlas karena
Allah, tentu dalam prakteknya kita harus mengikuti aturan-aturanNya. Oleh sebab
itu mari sama-sama kita pelajari apa saja aturan-aturan tersebut.
Kenapa hawa
nafsu ini harus dikendalikan?
Mari
kita lihat di Surat Yusuf (12) Ayat 53,
Dan aku tidak
membebaskan diriku (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS 12:53)
Ayat ini mengisahkan Nabi
Yusuf ketika digoda oleh seorang wanita cantik karena terpukau melihat
ketampanan Nabi Yusuf. Singkatnya, dari kisah ini kiranya dapat diambil
pelajaran bahwa hendaknya kita dapat mengendalikan diri dari hawa nafsu agar
tidak terjerumus kepada kejahatan.
Hawa nafsu merupakan salah
satu anugerah yang Allah berikan kepada manusia yang dengan itu kita memiliki
rasa keinginan-keinginan seperti ingin makan, minum, ingin mencari pasangan dan
lain sebagainya. Manusia cenderung mempunyai keinginan yang kuat untuk memiliki
lebih dari satu, dengan kata lain bahwa manusia itu jarang atau bahkan sebahagiannya
tidak pernah memiliki kepuasan. Jika rasa keinginan ini tidak dapat dikendalikan dengan baik maka
akan menjurus kepada perbuatan negatif. Keinginan inilah disebut dengan Hawa
Nafsu.
Allah telah memberikan perumpamaan
dari hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan, yaitu seperti anjing.
Dan kalau Kami
menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan
menurutkan hawa nafsunya yang rendah,
maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian
itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka
ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS 7:176)
Sungguh jika Al-Qur’an ini
datangnya bukan dari sisi Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui
malaikat Jibril, pastilah kita akan ragu. Coba kita pikirkan dan resapi
mengenai ayat tersebut. Allah memberikan perumpamaan seperti anjing, kenapa
bukan binatang yang lain. Tentu otak manusia tidak akan sanggup membuat
perumpamaan seperti itu, (dan
masih banyak lagi terdapat perumpaman-perumpamaan yang disebutkan dalam
Al-Qur’an).
Penjelasan mengenai
perumpamaan seperti anjing, barulah dapat kita pahami dari penjelasan
berikutnya pada ayat tersebut (tersurat) dan dapat kita sandingkan dengan melihat
pada kenyataannya (tersirat) bahwa memang benar adanya. Jika anjing itu sudah
atau belum diberi makan, dia selalu menjulurkan lidahnya. Ditambah dari yang
sudah kita ketahui bahwa air liur anjing itu adalah najis.
Begitupun hawa nafsu yang tidak
terkendali, tidak akan pernah puas dibuatnya. Apabila kita selalu menuruti hawa
nafsu tak ubahnya seperti anjing yang pada air liurnya terdapat najis dan
menempel di dalam diri. Mungkin kalau najisnya itu air liur anjing yang
menempel pada salah satu anggota tubuh, dapat dibersihkan dengan tanah, namun
bagaimana halnya dengan najis yang menempel dalam diri kita, dengan apa kita
dapat membersihkannya?
Berkenaan dengan ayat
tersebut (QS 7:176), Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya
malaikat (rahmat) tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing”.
[Hadits
sahih ditakhrij oleh Thabrani dan Imam Dhiyauddin dari Abu Umamah Radhiyallahu
'anhu. Lihat pula Shahihul Jami' No. 1962]
Pada
Hadits lainnya juga soal anjing, Rasulullah bersabda :
Dari
Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Barangsiapa yang
menyimpan -yakni memelihara anjing-, kecuali anjing untuk berburu atau menjaga
ternak -atau ladang tanaman-, maka berkuranglah pahala orang itu dalam setiap
harinya sebanyak dua qirath." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain
disebutkan: "Berkurang seqirath."
Maksud yang tersirat dari ke-dua
hadits tersebut jika digabungkan adalah janganlah memelihara anjing (hawa
nafsu) dalam diri kita. Kalau kita memelihara anjing (hawa nafsu) di dalam diri
tentu saja malaikat rahmat tidak akan masuk ke dalam diri (hati) kecuali
nafsu yang dapat kita kendalikan (dalam
hadits digambarkan sebagai anjing untuk berburu/anjing penjaga, dan anjing ini
tentu sudah terlatih)
atau nafsu yang mendapat rahmat. (lihat
pula QS 12:53).
Contoh nyata yang terjadi
ditengah-tengah masyarakat kita adalah bahwa menjelang bulan Ramadhan, tidak
jarang disambut pula dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok dan
barang-barang lainnya. Hal seperti ini setiap tahunnya pasti terjadi, seiring
dengan berulang-ulangnya Puasa Ramadhan yang pernah kita laksanakan.
Sebelumnya sudah dijelaskan
bahwa puasa adalah untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu atau
keinginan-keinginan yang tidak terkendali, puasa itu sebagai bentuk
keprihatinan. Secara logika justru seharusnya dengan bulan puasa, kebutuhan
makan akan berkurang, yang biasanya kita makan tiga kali dalam sehari, secara
otomatis karena kita berpuasa jatah makan siang tentu tidak ada. Lantas kenapa
ini bisa terjadi ?
Mari sama-sama kita
introspeksi, kita renungkan dengan pikiran dan hati yang bersih, bukankah hal
semacam ini akibat dari ulah manusianya itu sendiri yang mengaku muslim dan
beriman? Menjelang ataupun sudah memasuki bulan Ramadhan, mereka atau bahkan
kita sudah membelanjakan barang secara
berlebihan karena kita merasa khawatir akan terjadi kenaikan harga dan tidak
tersedianya barang-barang yang kita butuhkan. Kita tidak lagi memikirkan nasib
orang lain untuk mendapatkan bagiannya. Hal inilah tanpa disadari akan
mengakibatkan pula berkurangnya barang-barang
kebutuhan di pasaran sehingga memicu oknum-oknum tertentu untuk mamanfaatkan
situasi ini.
Itulah bukti bahwa puasa yang
telah dilaksanakannya belum berbekas dalam dirinya. Puasa yang dilaksanakannya
hanya dipahami sebatas ibadah ritual saja karena termasuk dalam Rukun Islam. Kemana puasanya yang telah lalu? Bagaimana
kita akan mendapatkan rahmat dari Allah jika hal ini saja tidak dapat kita
kendalikan? padahal kita sudah tahu bahwa katanya Bulan Puasa itu adalah Bulan Penuh
Rahmat.
MENGAPA BERPUASA ?
K
|
ita
berpuasa karena atas dasar perintah Allah, berdasarkan Al-Qur’an (QS 2 : 183)
Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Perintah Puasa ini diwajibkan
setelah Rasulullah Hijrah ke Madinah pada hari Senin bulan Sya’ban tahun ke-2
Hijriah. Sebenarnya Puasa ini juga telah diperintahkan oleh Allah kepada
orang-orang yang beriman sebelum Rasul, hanya saja pelaksanaan puasa itu
sendiri sudah mengalami perubahan, untuk itulah Rasulullah diperintahkan oleh
Allah agar mengembalikan formatnya yaitu berpuasa di bulan Ramadhan selama satu
bulan penuh.
Jika dilihat dari QS 2:183, bahwa
yang dipanggil dan diperintahkan oleh Allah adalah orang yg beriman. Sebagai orang beriman tentu tidak akan melaksanakan
apa yang tidak diperintahkan Allah.
Pada pembahasan yang lain,
kami pernah menjelaskan mengenai iman. Jika ditinjau dari artinya menurut kamus
bahasa Indonesia, iman itu adalah percaya. Tapi kalau kita memahami iman dari
Al-Qur’an adalah orang yang sangat cinta
kepada Allah.
Dan
diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai
Allah. Adapun orang-orang yang beriman
amat sangat cintanya kepada
Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim
itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa
kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya
(niscaya mereka menyesal).
(QS 2:165)
Kita meyakini, kita percaya kepada
Allah. Tumbuhkanlah dari rasa percaya itu kepada rasa cinta, cinta kepada Allah.
Sedikit kami gambarkan mengenai cinta. (mohon
maaf ini hanyalah hasil dari sebuah pengamatan yang umum dan tidak bermaksud
untuk menganjurkannya).
Mungkin diantara kita pernah
merasakan yang namanya “jatuh cinta”. Hati ini selalu berbunga-bunga apabila
berada didekatnya. Jangankan melihat secara langsung orang yang kita cintai
itu, mungkin melihat genteng rumahnya saja hati ini merasa gemetar dibuatnya. Kita
akan merasa takut kehilangan dirinya. Apa yang dia mau selalu diturutinya.
Dari yang kami gambarkan
tersebut, sudahkah berlaku kepada Allah? Tidak ada rasa cinta kita melebihi
cinta kepada Allah? Mari sama-sama kita renungi dan harus kita wujudkan.
Salah satu wujud atau bukti
cinta kita kepada Allah, tentu akan menyambut secara gembira dan melaksanakan
panggilan atau perintah dari-Nya karena sifat orang beriman adalah sami’naa
wa atho’naa (kami dengar kami laksanakan).
Rasul telah beriman
kepada Al Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula
orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara
seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka
mengatakan: "Kami dengar dan kami ta`at." (Mereka
berdo`a): "Ampunilah kami ya
Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali." (QS
2:285)
Dengan begitu maka cukup
pantas Allah menyerukan perintah Puasa kepada kita dengan seruan “Hai
orang-orang yang beriman...” lalu
kita sambut dengan rasa senang dengan hati yang ikhlas sebagai bukti kalau kita
cinta kepadaNya lalu mendengar dan mentaati-Nya.
GUNANYA BERPUASA
D
|
ari
Abu Ubaidah r.a. berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda Ash
Shiyaamu Junnatun [puasa adalah perisai] (Hadist Riwayat Nasai, Ibnu Majah,
Ibnu Khuzaimah, dan Hakim)
Dalam hadits lain :
Abu Hurairah
r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Puasa itu bagaikan perisai (dinding),
maka jangan berkata keji (rayuan) atau berlaku bodoh (menjerit-jerit) dan
sebagainya. Dan jika ada orang yang mengajak berkelahi atau memaki hendaknya
berkata: Aku puasa, aku puasa. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya bau
mulut orang yang sedang puasa itu lebih harum di sisi Allah dari bau kasturi
(misik). Dia meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena-Ku, puasa itu
untuk-Ku dan Akulah yang akan memberi pahalanya, dan biasa tiap kebaikan
sepuluh kali lipat gandanya. (Bukhari, Muslim).Rasulullah mengumpamakan kata perisai
atau dinding atau dalam arti yang luas adalah benteng. Bila kita menyebut benteng
maka dengan cepat dapat membayangkan bahwa itu merupakan bentuk bangunan yang
kokoh. Fungsi dan manfaat dari benteng yang kokoh ini adalah untuk menghindari
serangan-serangan musuh yang datang dari luar sedangkan yang berada didalamnya
dapat dikendalikan. Begitupun dengan perisai yang memiliki fungsi dan manfaat
yang sama.
Rasulullah mengumpamakan kata
perisai atau dinding atau dalam arti yang luas adalah benteng. Bila kita
menyebut benteng maka dengan cepat dapat membayangkan bahwa itu merupakan bentuk
bangunan yang kokoh. Fungsi dan manfaat dari benteng yang kokoh ini adalah
untuk menghindari serangan-serangan musuh yang datang dari luar sedangkan yang
berada didalamnya dapat dikendalikan. Begitupun dengan perisai yang memiliki
fungsi dan manfaat yang sama.
Dari perumpamaan sebuah
benteng maka dengan berpuasa akan berguna untuk membentengi diri kita. Benteng
ini yang melindungi diri dari serangan-serangan musuh dari luar dan dari dalam
dapat dikendalikan.
Dalam
hadits yang lain, Rasulullah bersabda :
“Wahai
para pemuda siapa saja diantara kamu yang sudah mampu maka menikahlah dan siapa
yang belum mampu maka berpuasalah
sesunguhnya didalam puasa itu merupakan penawar (penekan nafsu syahwat)” (HR: Bukhori Muslim)
TUJUAN BERPUASA
T
|
ujuan
dari berpuasa adalah agar kita Bertaqwa
(QS 2:183). Bukan karena menginginkan sesuatu seperti ingin naik pangkat / jabatan,
karena disuruh orang tua, karena lingkungan, dll.
Dengan taqwa sebagai tujuan
kita yang akan diraih, maka
“...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang
(dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap
sesuatu. (QS 65:2-3)
Allah akan mengadakan baginya
jalan keluar dan memberi rezki dari arah yang tidak diduga serta mencukupkan
segala keperluan kita. Itulah janji Allah yang harus kita yakini bahwa janji
Allah pasti benar.
Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar,
maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali
janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. (QS 35:5)
Kalau kita berpuasa untuk
mencapai taqwa, sudah semestinya kita tidak perlu takut, resah, gelisah akan
kelaparan, kenaikan harga-harga barang dll, karena Allah akan memberikan jalan
keluar dan memberikan rezki dari arah mana saja yang tidak disangka-sangka.
Kemudian kita lihat dan coba
renungkan dan pahami dari ayat berikut :
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka
mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya. (QS 7:96)
Subhanallah,
pada ayat ini bila istilah negeri ini kita persempit menjadi rumah tangga, lalu
kita terapkan dengan melaksanakan puasa yang sebenar-benarnya agar tercapai
taqwa, Insya Allah akan mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi.
Keberkahan
dari langit dan bumi merupakan bentuk perumpamaan. Langit jika kita pahami
sebagai pelindung, pengayom yang ada pada diri kita, akan tertuju kepada akal
dan pikiran. Dengan diberikannya keberkahan maka akal dan pikiran kitapun
menjadi tenang, tidak was-was, takut, resah, gelisah sehingga pijakan kita
(bumi) akan terarah, tidak goyah, dalam menghadapi kehidupan dan menjalankan
aktifitas sehari-hari.
Jadi
lagi-lagi kita tidak boleh takut karena Allah menyukai orang-orang yang
bertaqwa, yang dengannya maka sudah pasti janji Allah yang telah dijelaskan pada
ayat diatas akan dipenuhi.
“...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa. (QS 9:4)
Namun jika kita melihat kembali
akan fenomena yang terjadi di negeri ini yaitu banyaknya aksi demo kepada penguasa
yang katanya tidak mempunyai perasaan dimana aksi tersebut dilakukan dengan cara
mogok makan (berpuasa) terlebih sampai mulutnya dijahit. Selain aksi jahit
mulut, aksi para demonstran juga tak jarang berujung kepada keributan,
pengrusakan, lempar melempar batu, perkelahian dsb. Aksi semacam ini tidak
dibenarkan dalam ajaran Islam karena tidak ada perintah (kecuali perintah melempar
jumroh).
Inilah salah satu contoh
nyata yang telah Allah firmankan dalam QS 7:96 di atas
“...tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu,
maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
Bagaimana Allah akan
memberikan keberkahan dari langit dan bumi jika kebenaran yang diusungnya
disertai dengan hawa nafsu artinya tata cara yang dilakukannya tidak sesuai
dengan ajaran Islam?
Andai
kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi
ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami
telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari
kebanggaan itu. (QS
23:71)
Tanpa disadari bahwa
perbuatan itu (menjahit mulut), pengrusakan, adalah sebagai bentuk dari
mendustakan ayat-ayatNya. Apa jadinya jika sudah mendustakan ayat-ayatNya?
Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali
tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka
masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi
pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS 7:40)
Akan lebih baik jika hal
tersebut dilakukan dengan jalan bermusyawarah dan apabila ternyata tidak
ditemukan jalan keluar, hendaknya kita melakukan permohonan langsung atau bermunajat
kepada Allah Yang Maha Kuasa, Allah lah yang dapat membuat dan
membulak-balikkan perasaan manusia si penguasa.
Hal yang lebih penting dan
perlu ditekankan dari fenomena tersebut adalah coba kita berkaca kediri
masing-masing. Masihkan kita melibatkan diri untuk hal-hal yang tiada berfaedah
itu. Marilah dengan moment ini kita jadikan saat-saat yang paling indah untuk
beribadah kepada Allah untuk mencapai gelar TAQWA.
- bersambung -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar