Jumat, 10 Agustus 2012

PUASA RAMADHAN -bag 1-


PENGANTAR RAMADHAN

Assalaamu’alaikum wr. wb.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang masih mempertemukan kita walaupun lewat bacaan ini, kita masih diberikan kesempatan untuk dapat saling berbagi, guna menggapai RidhoNya.
Puji-pujian yang terucap hanya kita alamatkan kepada Allah, kita tambatkan kedalam relung hati yang dalam, kemudian sebagai perwujudannya kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu dengan perbuatan yang terpuji dengan kata lain perbuatan kita tidak tercela.

Dalam kesempatan ini, kami mencoba menuangkan kajian mengenai “PUASA RAMADHAN SERTA NILAI-NILAI LUHUR YANG DIKANDUNGNYA”. Mudah-mudahan dengan kajian ini, dapat menjadi salah satu media dakwah, media transformasi dan media penuntut ilmu yang turut andil dalam memberikan kontribusi kepada sesama. Harapan kami agar kajian ini tidak sekedar menjadi bahan bacaan atau teori saja, namun dapat dipraktekkan, dapat kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai informasi bahwa kajian yang kami tuangkan ini berdasarkan salah satu materi yang kami pelajari bersama dari kegiatan rutin (majelis) mingguan yang kami beri nama “RIUNGAN’S KARISMATIQ”. RIUNGAN’S artinya kumpul bareng dengan nuansa persaudaraan sedangkan KARISMATIQ artinya Kaji Diri Bersama Tentang Ilmu Al-Qur’an. Dan untuk itu tak lupa kami ucapkan terima kasih khususnya kepada saudara Gamal yang telah memberikan materi-materinya juga kepada rekan-rekan yang tergabung dalam majelis pada umumnya, yang tidak dapat kami sebutkan namanya satu persatu.  Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan keteguhan hati agar tetap istiqomah serta melapangkan segala urusan kepada kita semua, Aamiin...
Dengan segala kerendahan hati, apabila ada kaidah-kaidah yang tidak berkenan dalam buku ini, mohon kiranya dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya. Jika ada nilai-nilai kebenaran dalam buku ini, hal tersebut datangnya dari Allah dan jika ada kesalahan-kesalahan dalam buku ini, tentu datangnya semata-mata dari diri pribadi.
Salam dari kami...
Wassalaamu'alaikum wr.wb.

Jakarta,  Juli 2012/Ramadhan 1433 H
a.n. Majelis Riungan’s Karismatiq
- HA -



PUASA RAMADHAN
SERTA NILAI-NILAI LUHUR YANG DIKANDUNGNYA



Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS 2:183)


A
lhamdulillah, teriring ucapan puja dan puji atas rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan begitu banyak kenikmatan, sehingga  kita masih diberikan kesempatan untuk menggapai Ridho-Nya.
Sebelum lebih jauh membahas kajian Puasa Ramadhan, mari sama-sama kita lakukan “Renungan Sejenak”, bertanya kepada diri masing-masing sebagai langkah awal untuk mempersiapkan dan menyambut Bulan Suci Ramadhan dengan hati yang ikhlas, hati yang suci. Dengan begitu niscaya akan terpancar suatu sikap, perbuatan yang terpuji dalam menyambut bulan penuh rahmat, bulan benuh ampunan dan bulan yang dapat membebaskan dari api neraka diiringi dengan ucapan “ MARHABAN YA RAMADHAN “.
Selama mengarungi kehidupan sampai saat ini, sudah berapa kalikah saya bertemu dengan Bulan Suci Ramadhan? manfaat apa yang saya peroleh dari Puasa Ramadhan? apakah puasa yang saya laksanakan selama ini sudah sesuai dengan aturan-aturan-Nya? apa itu puasa? mengapa saya berpuasa? apa gunanya puasa? apa tujuannya? atas dasar apa saya melaksanakannya? apa saja nilai-nilai yang terkandung dalam Bulan Suci Ramadhan? dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaannya, namun cukuplah dulu renungan kita sampai disitu.
Tidak menutup kemungkinan bahwa sebagian dari kita barangkali telah mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Tanpa bermaksud melebihinya dan merasa paling benar, izinkanlah kami untuk menguraikannya.
Berapa banyaknya pertemuan kita dengan Bulan Suci Ramadhan, tentu setiap orang berbeda-beda tergantung dari tingkat usianya. Boleh jadi walaupun tingkat usianya sudah melebihi kita akan tetapi masih belum mendapatkan dan merasakan manfaat Puasa Ramadhan, dan sebaliknya walaupun tingkat usianya tidak melebihi atau sama dengan kita, boleh jadi justru mereka itu telah mendapatkan manfaatnya akan makna Puasa Ramadhan.
Untuk mengetahui manfaat dari Puasa Ramadhan sehingga dalam pelaksanaannya apakah telah sesuai dengan aturan Islam, tentu harus dipelajari yaitu melalui ilmu (selain dengan iman). Artinya dengan ilmu-lah kita akan lebih banyak mengetahui bagaimana melaksanakan puasa itu agar sesuai dengan aturan-aturan yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dengan ilmu maka akan memudahkan kita menuju surganya Allah.
Barangsiapa merintis jalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga. (HR. Muslim)
Tanpa ilmu mustahil akan menjalankan puasa dengan baik dan benar karena yang dilakukan hanyalah sekedar menahan lapar dan haus saja. Inilah yang diisyaratkan oleh Sabda Rasulullah :
"Berapa banyak orang yang puasa tidak mendapat dari puasanya kecuali lapar dan dahaga."  (HR Nasai dan Ibnu Majah).
"Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja, dan berapa banyak orang yang mendirikan ibadah di malam hari, tapi hanya mendapatkan begadang saja." (HR. Ahmad)
Tentu kita tidak ingin seperti orang yang dimaksud. Oleh sebab itu marilah kita sama-sama mempelajari serta memahami tentang Puasa Ramadhan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits serta sumber-sumber lainnya sebagai penunjang dan pelengkap dalam menambah khazanah keilmuan kita.
Guna melengkapi kajian Puasa Ramadhan dan sekaligus untuk menjawab beberapa pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan sebelumnya, maka dalam buku ini mudah-mudahan dapat dijadikan salah satu sumber dan tambahan ilmu sehingga apa yang menjadi harapan sebelumnya yaitu kita akan mengetahui dan mendapatkan manfaat dari “Puasa Ramadhan Serta Nilai-nilai Luhur Yang Dikandungnya”.


APA ITU PUASA?
M
enurut Al-Qur’an, kata Puasa adalah “Shiam” atau “Shaum” jika diterjemahkan adalah “menahan/mengendalikan”. Sedangkan kata Puasa yang sudah menjadi bahasa Indonesia, diambil dari bahasa Jawa yaitu “Poso” yang artinya adalah “Prihatin”.

Puasa Menurut istilah adalah : 

“menahan atau mengendalikan hawa nafsu dari sesuatu yang membatalkan (makan, minum, berhubungan suami istri) dari semenjak terbit fajar sampai terbenam matahari, disertai dengan niat”.

Niat yang kita lakukan hendaknya ikhlas/murni karena Allah, tidak ada paksaan, tidak terpaksa, tidak ada yang memaksa. Firman Allah SWT :

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS 98:5)
Dari Amirul mu'minin Abu Hafs yaitu Umar bin Al-khaththab bin Nufail bin Abdul 'Uzza bin Riah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin 'Adi bin Ka'ab bin Luai bin Ghalib al-Qurasyi al-'Adawi r.a. berkata: Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Bahwasanya semua amal perbuatan itu dengan disertai niat-niatnya dan bahwasanya bagi setiap orang itu apa yang telah menjadi niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya itu kepada Allah dan RasulNya, maka hijrahnya itupun kepada Allah dan RasulNya. Dan barangsiapa yang hijrahnya itu untuk harta dunia yang hendak diperolehnya, ataupun untuk seorang wanita yang hendak dikawininya, maka hijrahnyapun kepada sesuatu yang dimaksud dalam hijrahnya itu." (Muttafaq 'alaih -disepakati atas keshahihannya hadits ini karena diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
Jika niat kita ikhlas karena Allah, tentu dalam prakteknya kita harus mengikuti aturan-aturanNya. Oleh sebab itu mari sama-sama kita pelajari apa saja aturan-aturan tersebut.

Kenapa hawa nafsu ini harus dikendalikan?
Mari kita lihat di Surat Yusuf (12) Ayat 53, 

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS 12:53)
Ayat ini mengisahkan Nabi Yusuf ketika digoda oleh seorang wanita cantik karena terpukau melihat ketampanan Nabi Yusuf. Singkatnya, dari kisah ini kiranya dapat diambil pelajaran bahwa hendaknya kita dapat mengendalikan diri dari hawa nafsu agar tidak terjerumus kepada kejahatan.

Hawa nafsu merupakan salah satu anugerah yang Allah berikan kepada manusia yang dengan itu kita memiliki rasa keinginan-keinginan seperti ingin makan, minum, ingin mencari pasangan dan lain sebagainya. Manusia cenderung mempunyai keinginan yang kuat untuk memiliki lebih dari satu, dengan kata lain bahwa manusia itu jarang atau bahkan sebahagiannya tidak pernah memiliki kepuasan. Jika rasa keinginan ini  tidak dapat dikendalikan dengan baik maka akan menjurus kepada perbuatan negatif. Keinginan inilah disebut dengan Hawa Nafsu. 

Allah telah memberikan perumpamaan dari hawa nafsu yang tidak dapat dikendalikan, yaitu seperti anjing. 

Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS 7:176)
Sungguh jika Al-Qur’an ini datangnya bukan dari sisi Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, pastilah kita akan ragu. Coba kita pikirkan dan resapi mengenai ayat tersebut. Allah memberikan perumpamaan seperti anjing, kenapa bukan binatang yang lain. Tentu otak manusia tidak akan sanggup membuat perumpamaan seperti itu, (dan masih banyak lagi terdapat perumpaman-perumpamaan yang disebutkan dalam Al-Qur’an).

Penjelasan mengenai perumpamaan seperti anjing, barulah dapat kita pahami dari penjelasan berikutnya pada ayat tersebut (tersurat) dan dapat kita sandingkan dengan melihat pada kenyataannya (tersirat) bahwa memang benar adanya. Jika anjing itu sudah atau belum diberi makan, dia selalu menjulurkan lidahnya. Ditambah dari yang sudah kita ketahui bahwa air liur anjing itu adalah najis. 

Begitupun hawa nafsu yang tidak terkendali, tidak akan pernah puas dibuatnya. Apabila kita selalu menuruti hawa nafsu tak ubahnya seperti anjing yang pada air liurnya terdapat najis dan menempel di dalam diri. Mungkin kalau najisnya itu air liur anjing yang menempel pada salah satu anggota tubuh, dapat dibersihkan dengan tanah, namun bagaimana halnya dengan najis yang menempel dalam diri kita, dengan apa kita dapat membersihkannya?

Berkenaan dengan ayat tersebut (QS 7:176), Rasulullah bersabda :

“Sesungguhnya malaikat (rahmat) tidak akan memasuki rumah yang didalamnya terdapat anjing”.
[Hadits sahih ditakhrij oleh Thabrani dan Imam Dhiyauddin dari Abu Umamah Radhiyallahu 'anhu. Lihat pula Shahihul Jami' No. 1962]
Pada Hadits lainnya juga soal anjing, Rasulullah bersabda :

Dari Ibnu Umar radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang menyimpan -yakni memelihara anjing-, kecuali anjing untuk berburu atau menjaga ternak -atau ladang tanaman-, maka berkuranglah pahala orang itu dalam setiap harinya sebanyak dua qirath." (Muttafaq 'alaih) Dalam riwayat lain disebutkan: "Berkurang seqirath."
Maksud yang tersirat dari ke-dua hadits tersebut jika digabungkan adalah janganlah memelihara anjing (hawa nafsu) dalam diri kita. Kalau kita memelihara anjing (hawa nafsu) di dalam diri tentu saja malaikat rahmat tidak akan masuk ke dalam diri (hati) kecuali nafsu yang dapat kita kendalikan (dalam hadits digambarkan sebagai anjing untuk berburu/anjing penjaga, dan anjing ini tentu sudah terlatih) atau nafsu yang mendapat rahmat. (lihat pula QS 12:53).

Contoh nyata yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita adalah bahwa menjelang bulan Ramadhan, tidak jarang disambut pula dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya. Hal seperti ini setiap tahunnya pasti terjadi, seiring dengan berulang-ulangnya Puasa Ramadhan yang pernah kita laksanakan.

Sebelumnya sudah dijelaskan bahwa puasa adalah untuk mengendalikan diri dari hawa nafsu atau keinginan-keinginan yang tidak terkendali, puasa itu sebagai bentuk keprihatinan. Secara logika justru seharusnya dengan bulan puasa, kebutuhan makan akan berkurang, yang biasanya kita makan tiga kali dalam sehari, secara otomatis karena kita berpuasa jatah makan siang tentu tidak ada. Lantas kenapa ini bisa terjadi ?

Mari sama-sama kita introspeksi, kita renungkan dengan pikiran dan hati yang bersih, bukankah hal semacam ini akibat dari ulah manusianya itu sendiri yang mengaku muslim dan beriman? Menjelang ataupun sudah memasuki bulan Ramadhan, mereka atau bahkan kita  sudah membelanjakan barang secara berlebihan karena kita merasa khawatir akan terjadi kenaikan harga dan tidak tersedianya barang-barang yang kita butuhkan. Kita tidak lagi memikirkan nasib orang lain untuk mendapatkan bagiannya. Hal inilah tanpa disadari akan mengakibatkan pula  berkurangnya barang-barang kebutuhan di pasaran sehingga memicu oknum-oknum tertentu untuk mamanfaatkan situasi ini.

Itulah bukti bahwa puasa yang telah dilaksanakannya belum berbekas dalam dirinya. Puasa yang dilaksanakannya hanya dipahami sebatas ibadah ritual saja karena termasuk dalam Rukun Islam.  Kemana puasanya yang telah lalu? Bagaimana kita akan mendapatkan rahmat dari Allah jika hal ini saja tidak dapat kita kendalikan? padahal kita sudah tahu bahwa katanya Bulan Puasa itu adalah Bulan Penuh Rahmat.

MENGAPA BERPUASA ?
K
ita berpuasa karena atas dasar perintah Allah, berdasarkan Al-Qur’an (QS 2 : 183)

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Perintah Puasa ini diwajibkan setelah Rasulullah Hijrah ke Madinah pada hari Senin bulan Sya’ban tahun ke-2 Hijriah. Sebenarnya Puasa ini juga telah diperintahkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman sebelum Rasul, hanya saja pelaksanaan puasa itu sendiri sudah mengalami perubahan, untuk itulah Rasulullah diperintahkan oleh Allah agar mengembalikan formatnya yaitu berpuasa di bulan Ramadhan selama satu bulan penuh.

Jika dilihat dari QS 2:183, bahwa yang dipanggil dan diperintahkan oleh Allah adalah orang yg beriman. Sebagai orang beriman tentu tidak akan melaksanakan apa yang tidak diperintahkan Allah.

Pada pembahasan yang lain, kami pernah menjelaskan mengenai iman. Jika ditinjau dari artinya menurut kamus bahasa Indonesia, iman itu adalah percaya. Tapi kalau kita memahami iman dari Al-Qur’an adalah orang yang sangat cinta kepada Allah.

Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka menyesal). (QS 2:165)

Kita meyakini, kita percaya kepada Allah. Tumbuhkanlah dari rasa percaya itu kepada rasa cinta, cinta kepada Allah. Sedikit kami gambarkan mengenai cinta. (mohon maaf ini hanyalah hasil dari sebuah pengamatan yang umum dan tidak bermaksud untuk menganjurkannya).

Mungkin diantara kita pernah merasakan yang namanya “jatuh cinta”. Hati ini selalu berbunga-bunga apabila berada didekatnya. Jangankan melihat secara langsung orang yang kita cintai itu, mungkin melihat genteng rumahnya saja hati ini merasa gemetar dibuatnya. Kita akan merasa takut kehilangan dirinya. Apa yang dia mau selalu diturutinya.

Dari yang kami gambarkan tersebut, sudahkah berlaku kepada Allah? Tidak ada rasa cinta kita melebihi cinta kepada Allah? Mari sama-sama kita renungi dan harus kita wujudkan.

Salah satu wujud atau bukti cinta kita kepada Allah, tentu akan menyambut secara gembira dan melaksanakan panggilan atau perintah dari-Nya karena sifat orang beriman adalah sami’naa wa atho’naa (kami dengar kami laksanakan).
  
Rasul telah beriman kepada Al Qur`an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami ta`at." (Mereka berdo`a): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali." (QS 2:285)
Dengan begitu maka cukup pantas Allah menyerukan perintah Puasa kepada kita dengan seruan “Hai orang-orang yang beriman...” lalu kita sambut dengan rasa senang dengan hati yang ikhlas sebagai bukti kalau kita cinta kepadaNya lalu mendengar dan mentaati-Nya.




GUNANYA BERPUASA

D
ari Abu Ubaidah r.a. berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda Ash Shiyaamu Junnatun [puasa adalah perisai] (Hadist Riwayat Nasai, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, dan Hakim)

Dalam hadits lain :

Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Puasa itu bagaikan perisai (dinding), maka jangan berkata keji (rayuan) atau berlaku bodoh (menjerit-jerit) dan sebagainya. Dan jika ada orang yang mengajak berkelahi atau memaki hendaknya berkata: Aku puasa, aku puasa. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya bau mulut orang yang sedang puasa itu lebih harum di sisi Allah dari bau kasturi (misik). Dia meninggalkan makan, minum, dan syahwatnya karena-Ku, puasa itu untuk-Ku dan Akulah yang akan memberi pahalanya, dan biasa tiap kebaikan sepuluh kali lipat gandanya. (Bukhari, Muslim).Rasulullah mengumpamakan kata perisai atau dinding atau dalam arti yang luas adalah benteng. Bila kita menyebut benteng maka dengan cepat dapat membayangkan bahwa itu merupakan bentuk bangunan yang kokoh. Fungsi dan manfaat dari benteng yang kokoh ini adalah untuk menghindari serangan-serangan musuh yang datang dari luar sedangkan yang berada didalamnya dapat dikendalikan. Begitupun dengan perisai yang memiliki fungsi dan manfaat yang sama.
Rasulullah mengumpamakan kata perisai atau dinding atau dalam arti yang luas adalah benteng. Bila kita menyebut benteng maka dengan cepat dapat membayangkan bahwa itu merupakan bentuk bangunan yang kokoh. Fungsi dan manfaat dari benteng yang kokoh ini adalah untuk menghindari serangan-serangan musuh yang datang dari luar sedangkan yang berada didalamnya dapat dikendalikan. Begitupun dengan perisai yang memiliki fungsi dan manfaat yang sama.

Dari perumpamaan sebuah benteng maka dengan berpuasa akan berguna untuk membentengi diri kita. Benteng ini yang melindungi diri dari serangan-serangan musuh dari luar dan dari dalam dapat dikendalikan.

Dalam hadits yang lain, Rasulullah bersabda :

“Wahai para pemuda siapa saja diantara kamu yang sudah mampu maka menikahlah dan siapa yang belum mampu maka berpuasalah sesunguhnya didalam puasa itu merupakan penawar (penekan nafsu syahwat)” (HR: Bukhori Muslim)


TUJUAN BERPUASA
T
ujuan dari berpuasa adalah agar kita Bertaqwa (QS 2:183). Bukan karena menginginkan sesuatu seperti ingin naik pangkat / jabatan, karena disuruh orang tua, karena lingkungan, dll.

Dengan taqwa sebagai tujuan kita yang akan diraih, maka 

“...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS 65:2-3)

Allah akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberi rezki dari arah yang tidak diduga serta mencukupkan segala keperluan kita. Itulah janji Allah yang harus kita yakini bahwa janji Allah pasti benar. 

Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. (QS 35:5)
Kalau kita berpuasa untuk mencapai taqwa, sudah semestinya kita tidak perlu takut, resah, gelisah akan kelaparan, kenaikan harga-harga barang dll, karena Allah akan memberikan jalan keluar dan memberikan rezki dari arah mana saja yang tidak disangka-sangka.

Kemudian kita lihat dan coba renungkan dan pahami dari ayat berikut :

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS 7:96)
Subhanallah, pada ayat ini bila istilah negeri ini kita persempit menjadi rumah tangga, lalu kita terapkan dengan melaksanakan puasa yang sebenar-benarnya agar tercapai taqwa, Insya Allah akan mendapatkan keberkahan dari langit dan bumi

Keberkahan dari langit dan bumi merupakan bentuk perumpamaan. Langit jika kita pahami sebagai pelindung, pengayom yang ada pada diri kita, akan tertuju kepada akal dan pikiran. Dengan diberikannya keberkahan maka akal dan pikiran kitapun menjadi tenang, tidak was-was, takut, resah, gelisah sehingga pijakan kita (bumi) akan terarah, tidak goyah, dalam menghadapi kehidupan dan menjalankan aktifitas sehari-hari.

Jadi lagi-lagi kita tidak boleh takut karena Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa, yang dengannya maka sudah pasti janji Allah yang telah dijelaskan pada ayat diatas akan dipenuhi.

 “...Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa. (QS 9:4)
Namun jika kita melihat kembali akan fenomena yang terjadi di negeri ini yaitu banyaknya aksi demo kepada penguasa yang katanya tidak mempunyai perasaan dimana aksi tersebut dilakukan dengan cara mogok makan (berpuasa) terlebih sampai mulutnya dijahit. Selain aksi jahit mulut, aksi para demonstran juga tak jarang berujung kepada keributan, pengrusakan, lempar melempar batu, perkelahian dsb. Aksi semacam ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam karena tidak ada perintah (kecuali perintah melempar jumroh)

Inilah salah satu contoh nyata yang telah Allah firmankan dalam QS 7:96 di atas
“...tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”.
Bagaimana Allah akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi jika kebenaran yang diusungnya disertai dengan hawa nafsu artinya tata cara yang dilakukannya tidak sesuai dengan ajaran Islam?

Andai kata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu. (QS 23:71)
Tanpa disadari bahwa perbuatan itu (menjahit mulut), pengrusakan, adalah sebagai bentuk dari mendustakan ayat-ayatNya. Apa jadinya jika sudah mendustakan ayat-ayatNya?

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan. (QS 7:40)
Akan lebih baik jika hal tersebut dilakukan dengan jalan bermusyawarah dan apabila ternyata tidak ditemukan jalan keluar, hendaknya kita melakukan permohonan langsung atau bermunajat kepada Allah Yang Maha Kuasa, Allah lah yang dapat membuat dan membulak-balikkan perasaan manusia si penguasa.

Hal yang lebih penting dan perlu ditekankan dari fenomena tersebut adalah coba kita berkaca kediri masing-masing. Masihkan kita melibatkan diri untuk hal-hal yang tiada berfaedah itu. Marilah dengan moment ini kita jadikan saat-saat yang paling indah untuk beribadah kepada Allah untuk mencapai gelar TAQWA.


- bersambung -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar